Jumat, 16 Juni 2023

GEGURITAN

 Apa kang diarani geguritan?

Pengertian Geguritan

Tembung geguritan asale saka tembung lingga ”gurit”. 

Gurit tegese:
a. kidung utawa tembang
b. tulisan awujud tatanan kanthi paugeran tartamtu.

Geguritan yaiku salah sijining sastra Jawa kang asale saka rasa ing ati, banjur diungkapake penyair nganggo bahasa kang nduweni irama, rima, mitra, lan tatanan lirik kang nduweni arti/ makna tartamtu. Geguritan utawa Puisi basa Jawa ora kaiket dening paugeran tartamtu kayata tembang Macapat.





Sapa kang bisa jelasake bab geguritan?


Ana pira jinise geguritan?



Iki contone geguritan, gatekna kanthi bener




Mugia bisa kanggo pangertosan babagan puisi jawa (geguritan), sanajan namung dasaran.





Sabtu, 06 Juni 2020

Manaqib Sayyidatuna Fatimah al-Batuul

Manaqib Sayyidatuna Fatimah Al-Batuul



Segala puji bagi Allah Swt. yang telah menentukan sejak dahulu kala untuk memilik sebgian dari hamba-hamba-Nya.. Maha Suci Allah yang telah mengangkat kedudukan mereka juga menempatkan mereka dekat disisinya di dunia dan di akhirat. Semoga shalawt dan salam tercurahkan atas kekasih-Nya yang telah dipilih juga atas keluarga beliau yang suci dan para sahabat-sahabat beliau sebaik-baiknya sahabat, serta atas orang-orang yang berjalan di jalan mereka sampai pada hari ketika kita menjumpai-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Pengampun.. Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang yang beruntung yang telah dipilih dan didekatkan oleh Allah Swt.

Aamiin..

Sejak lama ada di dalam benakku sesuatu yang mungkin bisa aku berikan kepada istriku, putri-putriku, adik perempuanku, bahkan para saudari-saudari muslimah juga bagi umat Islam secara umum.. Yaitu sebuah hadiah yang mungkin bisa dijadikan sebagai prasasti dan contoh serta kiblat dalam kehidupan mereka, yang mana aku temukan sebaik-baik hadiah yang cocok bagi mereka di zaman seperti ini adalah mengingat kembali sebuah sejarah bidadari yang berbentuk manusia yaitu..

” Sayyidatuna Fatimah Azzahra Al-Batuul “

Yang mana Allah Swt. pilih di antara para wanita-wanita untuk menjadi suri tauladan bagi para wanita-wamita muslimat. Yang mana Beliau Sayyidatuna Fatimah adalah ibu para lelaki-lelaki dan kesatria yang tangguh.

Ketika aku pelajari sejarah Sayyidatuna Fatimah Al-batuul serta aku resapi cerita-ceritanya membuat rasa rindu yang terpendam di dalam hatiku tergerakkan sehingga membuat hatiku menangis karna rasa rindu yang ada juga karena rasa malu dan pilu..!! Bahkan disebagian cerita aku terdiam..!! Tanpa terasa air matapun tak sanggup ku bendung.. mengalir di wajah yang penuh dosa ini atas apa-apa yang terjadi dalam kehidupan beliau “Rodhiallahu ‘Anha” dalam mempertahankan dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama juga atas akhlaq-akhlaq serta budi pekerti yang luhur dan pengarahan-pengarahan yang berdasarkan asas-asas Agama Islam, yang mana dengannya Nabi Muhammad Saw. diutus.

Cukup bagi kita untuk mengenal Sayyidatuna Fatimah kalau kita tanya diri kita:

Puteri siapakah beliau?

Istri siapakah beliau?

Ibu siapakah beliau?

Rodiyallahuanha.. Banyak riwayat yang menyebutkan keagungan-keagungan beliau..

* Diriwayatkan oleh Miswar bin Makromah, Rasullah Saw. “Fatimah adalah belahan jiwaku siapa yang membuatnya marah maka telah membuatku marah..!!!”

*Dalam riwayat lain, Rasullah Saw. “Sesungguhnya puteriku Fatimah adalah bidadari yang suci tidak pernah haid.”

Di beri nama Fatimah (dalam Bahasa Arab fatuma-yaftumu : memisah atau melepas) karena Allah Swt. melepas/meyelamatkan pecintanya dari api neraka.

*Diriwayatkan Rasulullah Saw. “Sesungguhnya keridhoan/kemurka’an Allah Swt. ada pada Fatimah.

*Riwayat Said Al-Hudri, Rosullah Saw. “Al-Hasan dan Al-Husain adalah pemimpin para pemuda surga dan Fatimah pemimpin para wanita di surga.”

*Diriwayatkan juga, Rosulullah Saw. “Telah datang padaku malaikat dari langit yang tidak pernah datang padaku meminta ijin untuk ziaroh kepadaku dan memberi kabar gembira bahwa puteriku Fatimah adalah pemimpin para wanita umatku.”.

Ketika Allah mengutus para nabi dari jenis laki-laki dan Allah jadikan dari jenis perempuan yang pertama menerima “risalah” dari Nabi adalah Khadijah binti Khuwailid, kemudian Allah menjadikan siapa yang mengikuti Nabi Muhammad Saw. adalah pusat kebaikan dan penyebab kecintaan Allah Swt. (Katakan wahai Muhammd pada umatmu “Jika kalian cinta kepada Allah ikuti jejakku maka Allah akan cinta kepada kalian”)

* Sebagian Wanita Berkata.. “Bagaimana mencontoh Rasulullah Saw. sedangkan sebagian perkara berhubungan khusus dengan wanita, maka wanita tidak bisa sepenuhnya meniru Rasulullah??”

@Kita katakan: “Sesungguhnya Allah Swt. telah memuliakan para wanita dengan digolongkan menyerupai Rasulullah Saw. apabila menyerupai bid’atuh yaitu Sayyidatuna Fatimah.

Beliau bersabda: “Fatimah bagian dariku yang mana Fatimah tidak akan terpisah dariku.”

Apabila para wanita menyerupai Fatimah maka sesungguhnya mereka telah menyerupai asal sunnah Rasullah Saw. dan mendapat pahala yang agung dari Allah Swt.

“Fatimah adalah anugrah dari Allah untuk para wanita”.

Sayyidatuna Fatimah dilahirkan di rumah yang agung yang berada di Makkah rumah Al-Amien, As-Saadiq. Ibunya, Khadijah binti Khuwailid, wanita yang agung derajatnya dan mulia budi pekertinya. Dia adalah pemimpin wanita Makkah dalam segi kemuliaan, kewibawaan, serta kehormatan, sedangkan ayahnya adalah seorang yang dikenal di kalangan kaum Quraisy As-Saadiq, Al-Amien, dan pemuda paling pintar.

Siapa yang melihat wajahnya akan terpaku atas kehaibaannya, siapa yang bergaul dengannya pasti mencintainya, cahaya kebenaran dan rahmat selalu terpancar dari raut wajahnya. Saudara Sayyidatuna Fatimah, 3 perempuan : 1) Siti Zainab 2) Siti Ruqayyah 3) Siti Ummu Kultsum. Sayyidatuna Fatimah anak terahir dari Sayyidatuna Khadijah. Sayyidatuna Fatimah dilahirkan 5 tahun sebelum diutusnya Rasulullah Saw. Di lahirkan di peristiwa yang agung peristiwa yang bersejarah yang tercatat dalam hati setiap muslim.

Allah Swt. ingin agar manusia tidak melupakan kelahiran di hari yang mulia. Karena Sayyidatuna Fatimah di lahirkan di hari diperbaruinya Ka’bah “Baitullah”. Karena itu di sini ada rahasia yang agung Allah menjadikan kelahiran Sayyidatuna Fatimah di hari diperbaruinya “Al-Bait/Ka’bah” karena Fatimah adalah Ummu Ahlil Bait. Baitullah dibangun bersamaan dengan kelahiran Ummu Ahlil Bait yaitu Fatimah binti Muhammad. Karena kan keluar darinya keturunan dan keluarga Rasulullah Saw. di hari ini.

Akan tampak jelas Baitullah dan begitu juga telah tampak/lahir wanita yang akan membawa Ahlul-Bait-nya Rasulillah Saw.

Wajah Rasulullah sangat gembira dan berseri-seri bagai rembulan mendngar kelahiran Fatimah walaupn dia adalah anak perempuan ke-empat. Di mana orang-oarang dulu membenci anak perempuan bahkan sebagian dari mereka apabila lahir anak perempuan wajah mereka merah karena marah, benci, dan malu. Bahkan mereka menyendiri malu menemui orang. Sebagian besar mereka mengubur hidup-hidup anak perempuannya. Nabi Saw. hidup di gelapnya zaman jahiliah mendapat anak perempuan.

Di gelapnya zaman jahiliyah yang menjadikan wanita bagaikan bintang dan budak hawa nafsu, Rasulullah dikaruniai anak perempuan yang mana akan menjadi “Qiblat” dan “Mahkota” para wanita..

(“Siapa saja wanita yang tidak berqiblatkan Fatimah dan bermahkotakan Fatimah, maka apa yang terjadi di zaman jahiliyah akan terulang. Wanita akan hina dan jadikan budak hawa nafsu”) Bergembiralah Nabi Saw. dan berkata kepada Sayyidatuna Khadijah “Sesungguhnya dia adalah anak yang cantik laksana angin sepoi-sepoi yang indah dan penuh barokah.”

Kemudian Nabi Saw. menggendongnya dan menciumnya maka semakin tampaklah kegembiraan Sayyidatuna Khadijah karena Fatimah adalah manusia paling mirip dengan ayahnya. Kemiripan tersebut sebagai penyebabkan Sayyidatuna Fatimah mendapatkan cinta yang berlebihan dan perhatian khusus.

Rumah tempat dilahirkannya Sayyidatuna Fatimah adalah rumah yang diliputi kemuliaan dan kehormatan yang berasaskan budi pekerti dan ahklaq yang luhur. Di tempat yang subur dan yang penuh cahaya tumbuhlah bunga mawar yang elok dan menawan. Yang menjadi harapan setiap wanita.

Rumah tempat dilahirkan Fatimah, adalah rumah tempat turun wahyu. Ketika turun wahyu pertama kali Nabi datang dalam keadaan takut. Berkatalah Sayyidatuna Khadijah: “Wahai Rasulullah jangan takut sesungguhnya Allah takkan menyia-nyiakanmu karna engkau orang yang suka bersedekah, menyambung tali silaturrahmi, dan selalu membantu orang yang susah. Demi Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakanmu.

Inilah nabi yang mana mulai sebelum diangkat menjadi Nabi memiliki sifat-sifat yang mulia dan Sayyidatuna Khadijah yang mana tidak dikenal di Makkah kecuali sebagai wanita yang mulia dan terhormat baik dari segi akhlaq atau budi pekerti. Di rumah tersebutlah anak-anak perempuan Nabi Muhammad terdidik atas bimbingan orangtua yang penuh akhlaq yang mulia dan kasih sayang.

Sebagian ulama’ berkata: “Di lahirkannya Sayyidatuna Fatimah di masa sebelum diutusnya Nabi Saw. ADALAH SEBUAH HIKMAH agar Fatimah membantu perjuangan ayahnya dan tumbuh besar bersamaan dengan tumbuh besarnya agama. Sayyidatuna Fatima menjadi pendamping setia ayahnya, suka dan duka sampai Nabi Saw. meninggal.

Sayyidatuna Fatimah adalah jantung hati yang sangat dicintai oleh Nabi Saw. dan Sayyidatuna Khadijah.. Sampai-sampai Sayyidatuna Khadijah setiap melahirkan mengirimkan anak-anaknya agar disusui, sebgaimana adat orang-orang Qurais. Kecuali Fatimah, Sayyidatuna Khadijah sendiri yang menyusuinya karena cintanya yang mendalam, karena kemiripanya dengan Rasulillah Saw., juga karena Fatimah adalah anak terakhir (paling kecil) sehingga ia mendapatkan perhatian khusus.

Sayyidatuna Fatimah disebut dengan “Zahroh” karena warna kulitnya putih indah bercampur dengan kemerah-merahan. Sebagian mengatakan Sayiidatuna Fatimah disebut “Zahroh” karena ia menerangi penduduk langit sebagaimana tampak penduduk bumi gemerlapnya bintang yang ada di langit. Fatimah juga disebut “Al-batuul/suci”, karena ia tidak putus dan bersemangat dalam beribadah. Sebagian mengatakan ia disebut “Al-Batuul” karena tidak ada wanita di zamannya yang menandingi kemuliaan, keagungan, dan derajat Sayyidatuna Fatimah.

Nama-nama Sayyidatuna Fatimah masih banyak lagi, yaitu:

Siddiqoh, Mubarokah, Attohiroh Azzakiyyah, Arrodiyah, Almardiyyah. Juga dipanggil “Ummi Abiha”, mengapa..?
Sayyidatuna Fatimah mendapat julukan dari ayahnya Saw.‏ أم أبيها ‏sebagai ibu bagi ayahnya. Mengapa..?

Karena sepeninggal ibunya yaitu Sayyidatuna Khadijah, Fatimah selalu membantu Rasulullah Saw. dalam segala hal, selalu siap siang dan malam demi kepentingan ayahnya Saw., sampai akhir hayat Nabi Saw. selalu dalam kidmat ayahnya, oleh karena itu Sayyidatuna Fatimah dijuluki “UMMI ABIHA” cukup bagi fatimah julukan tersebut satu kemuliaan dan kedudukan yang tinggi.

Sayyidatuna Fatimah adalah paling miripnya manusia dengan Rasulullah Saw., diriwayatkan oleh Sayyidatuna Aisyah: “Tidak pernah aku melihat manusia yang mirip dengan Rasulullah dalam segi diam, bicara, juga dalam berjalan atau cara duduknya seperti Fatimah binti Muhammad.

Rasulullah Saw. setiap didatangi Fatimah, berdiri dari tempat duduknya dan mencium kening Fatimah dan mendudukkan Fatimah di tempat duduknya. Begitu juga Fatimah jika didatangi Rasulullah Saw.. Anas bin Malik berkata: “Tidak ada yang mirip dengan Rasulullah Saw. seperti Hasan bin ali dan Fatimah binti muhammad”.

Sayyidatuna Aisyah “Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling menyerupai Nabi Saw. dalam kata-katanya atau cara bicaranya seperti Fatimah. Sayyidatuna Fatimah adalah wanita paling cantik karena serupa dengan makhluk paling tampan. Dan Fatimah memiliki tempat khusus di hati Nabi Saw.. Sungguh banyak sekali Nabi Saw. memberikan bisyaroh pada Fatimah.

Sayyiduna Ali bertanya: “Wahai Rasulullah Saw. siapa yang paling engkau cintai, aku atau Fatimah?” Nabi Saw. berkata “Fatimah adalah orang yang paling aku cintai sedang engkau lebih mulia darinya.”

Nabi Saw. juga berkata “Fatimah adalah orang yang paling aku cintai di antara keluarga-keluargaku.”

Sayyidatuna Aisyah pernah ditanya “Siapakah orang yang paling di cintai oleh Nabi Saw.?”

Aisyah menjawab “Fatimah, dan dari golongan laki-laki yaitu suaminya (Ali bin Abi Tholib).”

Nabi Saw.: “Fatimah adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya, maka telah menyakitiku. Siapa yang membuat Fatimah gembira, maka telah membuatku gembira. Semua nasab terptus di hari kiamat kecuali Nasabku”.

Betapa banyak riwayat yang menyebutkan kemuliaan, kecintaan, juga kekhususan Sayyidatuna Fatimah dalam hati Nabi Saw..

Yang mana akan kita lihat dalam riwayat hidupnya (manaqib ini).

Hari-hari pun berlalu, Nabi Saw. shalat di dalam rumah dan mengajari Sayyidatuna Khadijah, anak-anak perempuannya juga belajar, serta Sayyidatuna Fatimah dalam bimbingan ayahnya yang penuh kasih sayang. Belajar kemuliaan, ibadah, juga bersimpu di hadapan Allah Swt..

Belajar dzikir, juga bagaimana tatacara mengabdi kepada Allah Swt., di umur yang sangat kecil itu ia terdidik untuk naik ke derajat yang tinggi.

Sampai ketika umur Sayyidatuna Fatimah 7 tahun, Allah Swt. memerintahkan Nabi Saw. menampakkan dakwahnya “Fasda’ bima tu’mar wa’ridh anil musyrikin.”

Juga diperintahkan untuk memperingatkan keluarganya: “Wa andzir asyirotakal aqrobiin.”

Maka Rasulullah Saw. melaksanakannya dan menampakkan dakwanya. Ketika Nabi Saw. menampakkan dakwanya, Sayyidatuna Fatimah dalam umur yang masih kecil itu sebagai gambaran dan suri tauladan dalam dakwah ini.

Sayyidatuna Fatimah walaupun dalam umur yang masih kecil ia menjadi gambaran dan suri tauladan. Nabi Saw. berkata: “Wahai kaum Quraisy, bani Abdul Muttholib, Abas bin Abdul Muttholib, Sofiyyah ammati Rasulillah selamatkan dirimu karena aku tidak dapat berbuat apa-apa atas kalian di depan Allah.” Kemudian Nabi menujukan pembicaraan ke Sayyidatuna Fatimah, dan berkata “Wahai Fatimah binti Muhammad, selamatkan dirimu karena aku tidak dapat berbuat apa-apa di hadapan Allah.”

*Sebagian orang heran dengan hadist ini juga ketika melihat periwayat hadis ini adalah Bukhori Muslim.

*Bagaimana Nabi Saw. menujukan pembicaraannya kepada kaum Quraisy, paman-pamannya, juga bibinya, kemudian menujuhkannya kepada anak kecil yang berusia 7 tahun??

*Tidak lain karena Nabi Saw. tau kekhususan, keistimewaan dan pengetahuanya yang luas juga karena kecerdasannya dalam meresap ilmu yang diberikan Nabi Saw..

Coba anda renungkan apa yang ada dalam hati Zahro, sedang dia dalam umur yang masih kecil, ketika mendengar ayahnya mengkhususkannya dalam khithobnya..?

Tidak diragukan lagi khitab yang ditujukan ayahnya semakin membuat semangat dan mengerakkan Sayyidatuna Fatimah serta memberi kekuatan yang luar biasa dalam hatinya. Seakan-akan Nabi memberikan amanat yang besar dan mengkhususkan dengan perintahnya.

Di masa kecil Sayyidatuna Fatimah selalu ikut di belakang ayahnya kemana beliau pergi. Mengikuti ayahnya ketika berjalan di jalan-jalan Makkah, karena kaum Quraisy telah menyakiti Nabi Saw. bahkan mengirim pengintai untuk mengintai Nabi Saw.. Fatimah khawatir dengan keadaan ayahnya. Sayyidatuna Fatimah telah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kekerasan yang tidak pantas anak sekecil itu melihatnya.

Para ulama’ berkata bahwa Fatimah tumbuh dengan pertumbuhan yang bagus. Mempersiapkan anak cucu yang ada di rahimnya, dan menumbuhkan sifat keimanan yang kuat. Karena di masa sekecil itu Fatimah menghadapi banyak cobaan yang berat, maka terbentuklah dalam diri Fatimah kepribadian yang kuat dan mandiri, yang mana dengannya memberikan kesiapan atas dirinya untuk mendidik anak-anaknya kelak.

Suatu hari Sayyidatuna Fatimah keluar, yang mana tidak tergambarkan dalam benak kita anak perempuan sekecil ini. Yang sangat lembut hatinya, rahmat terhadap sesama, seseorang yang penuh rasa kasih sayang, yang terdidik di rumah yang penuh ke istimewaan. Keluar mengikuti ayahnya menujuh Ka’bah. Ketika Nabi Saw. sedang melakukan ibadah, Sayyidatuna Fatimah menunggu ayahnya di sampingnya.

Ketika ayahnya sedang sujud, datang manusia paling celaka yaitu Uqbah bin Abi Mu’ait beserta teman-temannya, mendekati Nabi yang sedang sujud, dan Uqbah menginjakkan kakinya di atas kepala Rasulullah Saw., kemudian menarik Nabi dan mencekiknya dengan sangat keras sehingga mata Nabi Saw. menonjol keluar.

Kemudian datang Sayyiduna Abu Bakar dengan berlari, berusaha mencegah ini, menarik ini, menahan ini. Sedangkan Fatimah hanya bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri yang diiringi air mata dan berdoa. Kemudian Uqbah dan teman-temannya berpindah memukuli dan menyiksa Sayyiduna Abu Bakar. Sayyidatuna Fatimah bergegas menolong ayahnya dan membawa pulang.

Pulang dalam keadaan menangis dan penuh kesedihan dalam hati Sayyidatuna Fatimah. Anak sekecil itu menyaksikan ayahnya dianiaya orang-orang Quraisy.. Di mana seharusnya mereka berbuat baik, karena ayahnya adalah orang yang terkenal pemurah, jujur, yang selalu diperbincangkan kejujuranya. Dialah orang yang menyelesaikan pertikaian Quraisy dalam meletakkan Hajar Aswad, dan menyelamatkan Quraisy dari perpecahan, permusuhan, dan pembunuhan.
Tapi, sekarang apa balasan mereka??

Apa kehendak mereka??

Apa yang mereka mau sehingga berbuat seperti ini??

Nabi Saw. tidak pernah bergaul kecuali dengan mahabbah..

Sayyidatuna Fatimah mengemban derita yang mendalam di masa pertumbuhannya. Di masa kecil yang seharusnya tidak mengenal kecuali kasih sayang, kelembutan, dan kegembiraan. Akan tetapi Sayyidatuna Fatimah hidup dengan penderitaan ini dan mulai merasakan kesedihan atas ayahnya Saw..

Maka kembali Nabi Saw. ke rumahnya duduk didampingi Sayyidatuna Fatimah, yang hanya bisa membisu dan menatap wajah ayahnya atas apa yang telah menimpa ayahnya.

Kemudian Sayyidatuna Khadijah menghampiri Nabi Saw. dengan penuh kasih sayang, merawat, membersikan dan mengusap bekas darah dan memar yang ada di wajah Rasulullah Saw. akibat pukulan-pukulan orang Quraisy. Tanpa disadari Sayyidastuna Khadijah meneteskan air mata dan bertanya atas apa yang terjadi, Nabi pun menceritakannya.

Suatu hari Rasulullah Saw. keluar, dan Sayyidatuna Fatimah mengikuti di belakangnya. Menuju ke Ka’bah kemudian Nabi melakukan sholat dan Fatimah duduk di sampaing ayahnya. Sedangkan di samping Ka’bah orang-orang Quraisy sedang berkumpul. Tiba-tiba datang salah satu dari mereka membawa bungkusan yang berisi kotoran dan darah onta yang baru melahirkan yang sangat bau dan menjijikkan, mendekati Nabi Saw. dan menuangkannya di punggung, leher serta kepala Nabi Saw..

Mereka menertawakan Rasulullah Saw.. Bergembira, menari-nari sambil bertepuk tangan. Bahkan ada yang sampai jatuh terlentang karena terlalu kuat tertawa. Rasulullah Saw. tetap khusyuk dalam sujudnya. Sayyidatuna Fatimah menangis dan menghampiri ayahnya.

Dalam keadaan menangis Sayyidatuna Fatimah menghampiri ayahnya, sambil membersihkan kotoran-kotoran yang ada di pundak ayahnya seraya berdoa atas orang kafir. Kemudian Nabi Saw. bangun dalam keadaan marah dan berdoa “Ya Allah, celakahkanlah Ugbah bin Abi Mu’it, celakahkanlah Hisam bin Hakam, celakahkanlah Utbah.

Maka Demi Allah tidak disebut nama mereka kecuali terbunuh di perang badar. Maka pulang Nabi Saw. sedangkan air mata Sayyidatuna Fatimah terus mengalir. Ketika sampai di rumah Sayyidatuna membersikan kepala ayahnya dan mencuci baju ayahnya dalam keadaan menangis.Maka Nabi Saw. berkata “Wahai jantung hatiku Fatimah janganlah kau menangis karena Allah Swt. selalu menjaga ayahmu.”

Suatu hari Nabi Saw. keluar dan menemukan kaum Quraisy sedang merencanakan sesuatu, sepertinya kali ini mereka menginginkan hal yang besar, bukan meletakkan kotoran akan tetapi mereka merencanakan sesuatu yang dahsat. Meraka memikirkan bagaimana membunuh Nabi Saw.. Ketika mendengar kabar ini, maka Sayyidatuna Fatimah berlari dengan cepat.

Dengan cepat Sayyidatuna Fatimah berlari menuju Ka’bah dan memeluk ayahnya sedang wajah Sayyidatuna Fatimah pucat dengan penuh rasa cemas.

Nabi Saw. bertanya “Apa yang telah terjadi wahai anakku?”

Sayyidatuna Fatimah menjawab “Wahai ayahku mereka merencanakan sesuatu dan akan membunuhmu. Aku takut terjadi sesuatu atasmu.”

Maka Nabi Saw. berkata “Tenanglah wahai anakku sesunggahnya Allah selalu menjaga ayahmu.”

Nabi Saw. berkata “Berdirilah bersamaku.” Maka Sayyidatuna Fatimah berdiri bersama ayahnya, keluar dari Ka’bah dengan hati yang teguh. Sedangkan orang Quraisy bersiap-siap menghadang Nabi Saw.. Nabi menghadap mereka dengan berdoa dan lewat di depan mereka dengan penuh haibah.

Orang-orang Quraisy terdiam seribu bahasa dan hanya melihat Nabi Saw. melintas di depan mereka. Hati dan pikiran Sayyidatuna Fatimah tenang, Sayyidatuna Fatimah yakin bahwa ayahnya dalam lindungan dan penjagaan Allah Swt.. Dan Allah Swt. tidak menyerahkan ayahnya pada orang-orang kafir kecuali atas musibah yang mengangkat ayahnya ke martabat dan derajat yang tinggi.

Yang sangat disesalkan oleh Rasulullah Saw. bahwa ujian dan gangguan yang diterima muncul dari orang terdekat sendiri. Yaitu Abu Lahab (paman Nabi Saw.) dan istrinya Ummu Jamil. Setiap hari Sayyidatuna Fatimah menemukan duri-duri dan kotoran di depan pintu rumahnya dan Nabi Saw. tetap sabar membersihkannya, tidak berbicara.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Sayyidatuna Fatimah melihat ayahnya tetap sabar dan berusaha untuk sabar, ayahnya selalu bermujahada dan bersukur.Yang mana tidak keluar dari lisannya kecuali kata-kata yang baik, juga tidak menyimpan dalam hati kecuali hal-hal yang baik. Sayyidatuna Fatimah mengambil pelajaran yang sangat berharga yaitu “Ar-Rahmah” dari Rasulullah Saw..

Kemudian Quraisy melibatkan keluarga Nabi Saw. dalam permusuhannya, tetapi Nabi Saw. tetap melindungi keluarganya dari gangguan Quraisy. Ummu Jamil (istri Abu Lahab) berkata “Wahai kedua anakku kepalaku dan kepala kalian haram bersetuhan jika kalian tetap bersama anak-anak Muhammad.”

Utsbah dan Utaibah anak Abu Lahab menikah dengan Rugayyah dan Ummu Kultsum putri Nabi Saw.

Maka Utsbah dan Utaibah menceraikan Ruqayyah dan Ummu Kulsum. Di tenggah panasnya terik matahari kedua putri Nabi Saw. tersebut berjalan meninggalkan rumah suaminya. Perempuan yang masih muda dan cantik kembali ke rumah ayahnya dengan hati yang penuh luka dan kesedihan.

Bayangkan, bagaimana keadaan seorang anak perempuan yang baru saja melaksanakan pernikahan, dan merasakan manisnya kasih sayang dan kegembiraan harus merasakan pedihnya dan pahitnya perceraian..?

Apa salah mereka..??!!

Apa dosa mereka..??!!

Mereka tidak melakukan kesalahan sedikitpun..!!!

Mereka tidak melakukan dosa apapun..!!!

Akan tetapi karena keras kepala, kebencian dan kebodohan,,

Kembalilah Ruqoayyah dan Ummu Kulsum dengan hati penuh kekecewaan..

Fatimah menyambut kakak-kakaknya dengan aliran air mata.

Bayangkan, apa yang terlintas di benak Fatimah..? Mereka pergi dengan kegembiraan di malam pengantin, dan kembali dengan penuh kesedihan dan kekecewa’n. Fatimah dan kedua kakaknya duduk di kamar saling menangis dan berbagi rasa.

Sedangkan Zainab telah menikah dengan Abul As bin Robi’. Orang-orang kafir Quraisy terus menekan dan memaksa Abul As agar menceraikan putri Muhammad Saw. yaitu Zainab. Akan tetapi Abul As tidak menghiraukan perkataan Quraisy karena Abul As sangat mencintai Zainab, dan Zainab pun sangat mencintainya.

Ketika umur Sayyidatuna Fatimah 10 tahun, datang perintah untuk hijrah ke negeri Habasya. Karena keadaan muslimin di Makkah sangat memprihatinkan atas gangguan-gangguan orang Quraisy.

Di satu sisi, Rasulullah Saw. telah menikahkan purtrinya Ruqayyah dengan Sayyiduna Utsman, Sayyiduna Utsman adalah orang pertama yang hijrah dalam islam ke negeri Habasya berserta istrinya Ruqayyah.

Nabi Saw. bersabda “Sesungguhnya Utsman adalah orang yang pertama kali hijrah dengan keluarganya setelah Luth As.” Ruqayyah mendapatkan kedudukan yang mulia ini (sebagai orang yang pertama hijrah dalam Islam).

Kita lihat bagaimana Nabi Saw. meneguhkan keluarganya. Yang mana keluarga beliau selalu terdepan dalam ujian dan cobaan, selalu terdepan dalam perkara-perkata yang sulit. Putri beliau adalah wanita yang pertama kali hijrah (menempuh perjalanan yang penuh kesulitan di tengah terik matahari dan melewati gurun pasir yang penuh rintangan). Kalau kita cermati, kita temukan dalam sejarah Islam keluarga beliaulah yang pertama kali mengorbankan diri mereka demi Allah Swt. dan agama ini.

Sayyiduna Utsman dan Rurayyah kembali dari Habasya saat turunnya wahyu “Surat An-Najm” dan mengira bahwa orang Quraisy telah masuk Islam. Sayyidatuna Fatimah gembira setelah lama berpisah dengan seorang kakak tercinta. Sayyidatuna Fatimah menyambut dengan gembira dan berpelukan. Kemudian mereka kembali untuk kedua kalinya ke Habasya setelah terbukti bahwa kabar keislam Quraisy adalah dusta.

Masih tetap rumah/keluarga yang mulia ini dalam keadaan seperti ini.

Yang ini pergi, yang ini datang.

Yang ini menikah, yang ini diceraikan.

Cobaan demi cobaan silih berganti, akan tetapi Rasulullah Saw. laksana gunung yang kekar tidak bergerak sedikitpun, pantang menyerah dan selalu sabar. Di mana tidak berlalu waktu atau hari melainkan dikorbankan demi agama ini.

Sayyidatuna Fatimah bertambah dewasa dan sampai di umurnya yang ke 12 tahun, di tahun ke-7 dari kenabian, tepatnya di bulan Muharram orang-orang kafir Quraisy sepakat dalam suatu rencana yang sangat jelek. Mereka sepakat untuk menulis perjanjian yang berisikan kesepakatan untuk memboikot Rasulullah Saw. dalam “Sye’eb/lembah Abi Mutthalib” semuanya dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib baik yang muslim atau yang kafir.

Dalam isi surat perjanjian itu mereka sepakat untuk memutuskan semua hubungan dengan mereka. Tidak menikahi mereka, tidak jual beli dengan mereka, mencegah segala sebab-sebab masuknya rizieq ke mereka, tidak menerima perdamaian sampai Bani Abdul Mutthoalib menyerahkan Rasulullah Saw. untuk dibunuh. Mereka menggantungkan surat perjanjian itu dalam Ka’bah.

Bertambah parah keadaan Rasulullh Saw. bersama Sayyidatuna Khadijah. Di mana Khadijah sebelum Islam adalah wanita terkaya di negeri Arab baik dari laki-laki atau perempuan, bahkan dikatakan kalau smua harta orang-orang Quraisy dikumpulkan tidak menandingi harta Sayyidatuna Khadijah.

Sayyidatuna Khadijah begitu melimpah hartanya. Akan tetapi dia sekarang berada dalam boikotan di lembah Abi Thalib. Mereka tertimpa atas apa-apa yang menimpa. Keadaan lapar yang sangat amat luar biasa mereka lalui 2 atau 3 hari tidak secuil makananpun masuk ke dalam perut mereka. Bahkan mereka sampai dalam keadaan memakan dedaunan yang ada di sekitar mereka (bahkan tampak urat mereka berwarna hijau).

Sedangkan pemboikotan bukan seminggu, sebulan, atau setahun. Tetapi mendekati 3 tahun, dalam keadaan yang sangat amat memprihatinkan ini. Setahun telah berlalu, dan Fatimah berumur 13 tahun. Fatimah mendekati ibunya melewati tangisan-tangisan bayi dan rintihan anak-anak kecil kepada ibunya karena lapar. Sayyidatuna Khadijah dalam keadaan sangat lapar dan lemas.

Akan tetapi yang sangat menakjubkan adalah, mereka saling menahan dan menutupi satu sama lain agar tidak ada yang saling cemas. Bahkan Rasulullah Saw. menampakkan wajah yang cerah walaupun dalam keadaan yang sama, agar mereka tidak cemas. Sungguh merupakan pemandangan dan pelajaran yang indah.

Satu sama lain ingin membantu mengemban risalah kenabian, Rasulullah Saw. sangat sabar menghadapi apa yang terjadi. Hari dan malan berlalu. Semua orang tertidur, semua mata tertutup. Terdengar teriakan “Aaaahk.. Aaaahk.” Dari banyak segi diiringi isak tangis bayi karena sangat lapar. Hal ini disebabkan hari-hari yang mereka lalui di tengah panasnya gurun, bahkan tidak secuil rotipun masuk keperut mereka.

Begitu juga keadaan Fatimah dan Ummu Kultsum, sedang Ruqayyah bersama suaminya dalam rantauan di negeri Habasya. Tubuh Fatimah tampak sangat kurus bahkan seolah-olah kulit perutnya menempel dengan tulang punggungnya karena sangat lapar. Namun, Fatimah dengan sekuat tenaga menahan apa yang terjadi demi tegaknya agama Islam.

Di satu segi Sayyidatuna Khadijah jatuh sakit dan terkapar di tempat tidurnya. Sehingga memberikan bekas yang sangat menyakitkan bagi Fatimah dan Ummu Kultsum.

Betapa sering Sayyidatuna Fatimah tidak tidur malam menjaga dan melayani ibunya. Tampak suatu prilaku yang sangat mulia dan indah dari akhlaq fatimah yang bersumber dari seorang ibu. Suatu pelajaran yang seharusnya dan seandainya para wanita di zaman sekarang ini mempelajarinya, ini merupakan suatu akhlaq yang dapat mengangkat ke derajat yang tinggi.

Sayyidatuna Fatimah setia mendampingi dan duduk di samping ibunya yang dalam keadaan tidak dapat bergerak dan berbicara. Kemudian datang Rasulullah Saw., merasa dengan kedatangan Rasulullah Saw., Sayyidatuna Khadijah dengan sekuat tenaga menahan segala rasa sakit. Berdiri dengan semangat dan menampakkan ketegarannya di depan Rasulullah Saw.. Sayyidatuna Khadijah berusaha menutupi rasa sakitnya sehingga tidak menambah beban Rasulullah Saw..

Sayyidatuna Fatimah melihat kejadian yang sangat menakjubkan dan begitu indah. Terdapat pelajaran yang sangat berharga, melihat ikatan “cinta” yang agung, yang luar biasa, dan murni.

Sebuah rasa dan pengorbanan “cinta” yang tidak mengetahui rasa ini baik langit ataupun bumi.

Subhanallah, seorang perempuan mencintai suaminya sampai ke derajat yang sangat tinggi ini. Sebuah cinta yang menimbulkan rasa tidak ridho jika suaminya melihat apa yang terjadi atasnya, sedangkan dia dalam keadaan sakit yang sangat parah. Tidak ingin menambah beban kesedian suaminya, tidak ingin suaminya sedih atasnya.

Sayyidatuna Fatimah bertumbuh dewasa, masa kecilnya berlalu dalam boikotan 13, 14, 15, berlalu dalam kesusahan dan derita dalam pemboikotan. Suatu hari datang Bilal bin Rabbah ke tempat pemboikotan dengan sembunyi-sembunyi membawa sepotong roti yang disimpan di ketiaknya agar tidak terlihat oleh orang kafir Quraisy. Bilal mendekati Rasulullah Saw. dan memberikan sepotong roti ke Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw. menyuapi Fatimah, kemudian menyuapi Ruqayyah, dan juga Sayyidatuna Khadijah dengan penuh kasih sayang. Keadaan demi keadaan dalam penuh kesusahan telah dilalui oleh keluarga yang sangat suci, keluarga yang dicintai Allah Swt.. Akhirnya, selesailah pemboikotan ini, selesai dengan sebab mu’jizat yang agung.

Rasulullah Saw. telah memberi kabar bahwa isi dari surat penjanjian yang dholim itu telah dimakan oleh rayap kecuali bagian yang tertulis nama Allah (surat tersebut berada di dalam kotak yang terkunci dan diletakkan di dalam Ka’bah). Maka selesailah pemboikotan tersebut, akan tetapi peristiwa pemboikotan itu berdampak sangat buruk.

Selang beberapa hari datang kabar yang sangat menyedihkan yaitu kabar meninggalnya Abi Thalib. Sementara Abi Thalib adalah orang yang selalu mencegah dan menahan gangguan-gangguan orang kafir Quraisy dengan memanfaatkan kedudukankanya, kewibawaannya, pengaruhnya, kekayaannya, juga umurnya yang di tuakan, berusaha dengan segala macam cara.

Ketika Abi Thalib meninggal, orang kafir Quraisy tertawa dengan gembira, semakin parah gangguan dan siksaan yang diterima oleh Rasululah Saw.. Anak-anak kecil dan budak-budak orang Quraisy mencaci, menghina, dan mempermainkan Nabi Saw. dengan melempari batu, mereka juga menuangkan debu di kepala Rasulullah Saw.

Sesampainya di rumah masih banyak debu yang brada di kepala Rasulullah Saw.. Sayyidatuna Fatimah mendekati ayahnya dan membersikan debu yang mengotori kepala ayahnya, tanpa terasa air mata membasahi wajahnya. Fatimah ingin menahan tangisan hatinya, akan tetapi tidak mampu menahan air matanya. Fatimah terus membersikan kepala ayahnya dan Fatimah terus menangis.. menangis.. dan menangis.

Nabi Saw. menoleh dan berkata: “Wahai putriku, janganlah engkau menangis karena Allah Swt. akan menampakkan agama ini. Tidak ada tempat yang terbuat dari batu atau tanah atau kayu (keseluruh tempat) kecuali agama ayahmu akan masuk, baik menjadikan mereka mulia atau menjadikan mereka hina.

Beginilah keadaan mereka terus dalam keadaan jihad dengan kesabaran. Hari pun terus berlalu kesehatan Sayyidatuna Khadijah semakin melemah, penyakitnya semakin parah. Sayyidatuna Fatimah dan Ummu Kulstum setia mendampingi ibunya, dan duduk disampingnya. Rintihan rasa sakit terdengar dari bibir Sayyidatuna Khadijah, dan air matanya pun tak sanggup menutupi rasa sakitnya.

Air mata Sayyidatuna Fatimah pun membasahi pipinya, akan tetapi beliau dengan cepat mengusap air matanya karena tak ingin (takut) kesedihan diketahui ibunya. Sedangkan Sayyidatuna Fatimah dan Ummu Kultsum merasakan sebuah rasa sedih di dalam hati mereka atas apa yang dilihatnya bahwa ini adalah ibunya yang penuh kasih sayang dan penuh perhatian. Seseorang yang sangat dicintai oleh ayahnya. Rasulullah Saw. tidak merasa sedih kecuali atas apa-apa yang menimpa Sayyidautna Khadijah, dan Sayyidatuna Fatimah mengetahui hal itu. Jika telah pergi ibunya, siapakah yang akan menggantikan ibunya?

Tidakkah cukup kesedian ini?
Tidakkah cukup kepedihan ini setelah pergi Abi Thalib sedangkan dia adalah orang paling lembut dan sekarang ibunya harus pergi juga. Sayyidatuna Khadijah dan kedua anaknya saling berbincang-bincang dan memberi wasiat: “Wahai Fatimah.. Wahai Umm Kultsum.. Aku merasa ajalku telah tiba.”
Sayyidatuna Khadijah terus memberikan wasiat-wasiatnya dan di antaranya yang terpenting dan sangat ditekankan adalah mewasiatkan untuk menjaga dan memperhatikan ayahnya.

Kesehatan Sayyidatuna Khadijah semakin melemah dan ajalnya pun sudah sangat dekat. Rasulullah Saw. datang menghampiri Sayyidatuna Khadijah, seorang istri yang paling dicintainya.

Dia adalah wanita yang telah berkorban deminya, dia adalah wanita yang lemah lembut yang menyelimutinya dengan penuh kasih sayang, dan membenarkannya ketika turun wahyu. Dia adalah wanita yang selalu penuh perhatian, wanita yang memberikan bekal makanan ketika Nabi di Gua Hira. Dia adalah wanita yang menghibur Nabi ketika semua orang lari, wanita yang mempercayai ketika semua orang mendustakan. Wanita yang menolong ketika semua orang menghina dan memusuhi.
Dialah “Khadijah” yang Allah pilih untuk menemani kekasih-Nya. Ketika Rasulullah datang, mata Sayyidatuna Khadijah berkaca-kaca yang diiringi tetesan air mata yang memancarkan suatu pandangan yang penuh kasih sayang, suatu pandangan sebagai pengantar perpisahan mereka.

Kemudian Rasulullah Saw. duduk di dekat Sayyidatuna Khadijah, dengan perlahan meletakkan kepala Sayyidatuna Khadijah di pangkuannya, sedangkan di samping kamar Sayyidatuna Fatimah menangis melihat semua ini dan Ummu Kultsum berusaha meredahkan tangisan adiknya (Fatimah) yang masih kecil.

Sayyidatuna Fatimah menangis karena perpisahan dengan Sayyidatuna Khadijah bukanlah hal yang remeh. Jika seorang putri yang masih kecil ketika ditinggal ibunya bersedih sekali atau dua kali. Akan tetapi perpisahan dengan Sayyidatuna Khadijah bukanlah perpisahan dengan seorang ibu yang biasa, karena ini adalah kepergian seorang:

-Wanita muslimat yang pertama

-Wanita yang menjadi pelindung Islam

-Wanita yang sangat dicintai Rasulullah

Ketika Sayyidatuna Khadijah sedang dalam pangkuan Rasulullah Saw., datang sebuah kabar gembira. Rasulullah Saw. “Wahai Khadijah, sesungguhnya jibril datang menyampaikan salam dari Allah atasmu.” Sayyidatuna Khadijah menjawab “Allahussalam Waminhussalam wa’alaikassalam Wailahi yaudussalam wa’ala Jibril salam.”..Kemudian Nabi Saw. berkata “Wahai Khadijah sesungguhnya Allah Swt. telah memberimu kabar gembira dengan sebuah rumah yang sangat megah disurga, yang tidak terdapat di dalamnya kesusahan ataupun kesulitan sedikitpun.”

Bercampurlah rasa gembira dan sedih meliputi dua gadis yang cantik ini (Fatimah dan Ummu Kultsum) sebuah rasa yang aneh dan menakjubkan. Di saat mereka berdua dalam keadaan yang menggembiran dan menyenangkan atas kedudukan yang didapatkan oleh ibunya, kedudukan yang tidak dicapai seorangpun (mendapat salam dari Allah Swt.), bersamaan dengan adanya rasa gembira ini, goresan rasa pedih dan rasa sakit yang sangat mendalam bercampur atas perpisahan yang sangat berat bagi mereka.

Akan tetapi ini semua adalah takdir dari Allah Swt.. Maka meninggallah Sayyidatuna Khadijah di pangkuan Rasulullah Saw. Dan dinamakan tahun ini dengan tahun kesedihan (‘Aamul Huzn). Rasulullah Saw. kehilangan pamanya yang selalu menjadi penolongnya dan kehilangan istri tercinta yang selalu menjadi penghibur hati dan meringankan beban Rasulullah Saw..

Kepergian istri dan paman beliau Saw. menjadikan cobaan yang beliau terima begitu berat,segala macam ujian dan cobaan terus bertubi-tubi dan silih berganti menimpa Rasulullah Saw..Seluruh orang kafir Quraisy menjadi gembira dan senang menyakiti Rasulullah Saw.. Mulai dari budak-budak, orang dewasa, anak-anak kecil maupun besar, laki-laki juga perempuan. Mereka semua menjadikan Rasulullah Saw. sebagai tempat cacian dan ejekan. Mereka tetap keras kepala tidak menerima ajakan Nabi Saw..

Rasulullah Saw. tetap sabar dan terus berusaha.. berusaha.. dan berusaha..

Menghampiri setiap tempat-tempat keramaian. Ke sana dan ke sini, menuju ke perbatasan untuk menghadang setiap orang yang menuju ke Makkah. Tapi mereka tetap keras kepala dan terus menyakiti Rasulullah Saw.. Melihat hal ini, Rasulullah Saw. mengalihkan tujuan untuk menuju kota Tha’if. Beliau bergegas dan kedua putri beliau Fatimah dan Ummu Kultsum mengantarkan sang ayah untuk melepas kepergiannya.

Rasulullah pun memberikan pesan-pesan sebelum menuju ke kota Tha’if dengan sebuah harapan agar Allah memberikan orang-orang yang menjadi penolongnya di sana. Sayyidatuna Fatimah pun menaruh harapan yang besar agar ayahnya mendapat pengikut yang bisa membantunya dalam menyebarkan agama ini. Karena sudah bertahun-tahun dalam keadaan yang sangat memprihatikan ini.

Akan tetapi, semua sudah menjadi taqdir Allah Swt.. Keadaan pun tidak seperti yang diharapkan. Semua penduduk Tha’if menolak ajakan Rasulullah. Bukan hanya itu, bahkan mereka menertawakan, mencaci juga melempari Rasulullah Saw. di sepanjang jalan. Maka kembalilah Rasulullah menuju Makkah, sedangkan sekujur tubuh beliau dipenuhi darah. Dalam keadaan sedih beliau kembali ke Makkah. Sesampainya di Makkah beliau pun dilarang masuk, sedangkan Makkah adalah kota yang suci, kota kelahiran beliau, kota tempat beliau dibesarkan. Akan tetapi, Rasulullah Saw. tidak dapat memasukinya kecuali melalui jaminan Mut’im bin Adi. Maka Nabi pun masuk Makkah dalam keadaan yang sangat memilukan ini.

Kemudian, munculah suatu pendapat dari beberapa wanita agar Nabi menikah, maka Nabi meminang Saudah binti Zum’ah. Setelah beberapa waktu beliau meminang Aisyah binti Abu Bakar.

Saudah adalah wanita yang lanjut usia seolah-olah Nabi hanya ingin merawat anak-anak beliau karena umur Saudah diatas 50 tahun, sedangkan Aisyah waktu itu masih kecil maka dipinang oleh Rasulullah dan Nabi tidak berkumpul dengan Aisyah kecuali setelah hijrah ke Madinah.

Sayyidatuna Fatimah dan Ummu Kultsum gembira dengan pernikahan ayahnya, akan tetapi masih tergores rasa pedih di dalam hati dengan kepergian seorang ibu tercinta yang tidak bisa digantikan kedudukannya oleh seorangpun dalam hati mereka. Akan tetapi, ketenagan hati ayahnyalah yang terpenting dalam benak kedua anak gadis ini. Tidak ada dalam hati mereka sediktpun rasa menentang ataupun muka masam, tidak ada dalam hati mereka kecuali sebuah kesopan santunan dan akhlaq yang luhur yang bersumber dari didikan seorang ayah dan ibu yang berbudi pekerti yang luhur dan mulia.

Ketika dekat waktu datangnya perintah hijrah, dan sebelumnya telah terjadi “Baitul Aqobah ” yang mana orang-orang Anshar yang datangnya dari Madinah berjanji akan menolong Rasulullah Saw., dan mereka meminta agar Rasulullah Saw. hijrah ke madinah, maka beliau pun memerintahkan para muslimin untuk berhijrah.
Dan datanglah Utsman bin Affan beserta Ruqayyah. Ruqayyah telah datang dari Habasya. Ketika masuk ke rumah, dengan disambut kedua saudara kecilnya Fatimah dan Ummu Kulstum, mereka saling bertatap mata dan serentak menangis.

Apa yang akan mereka katakan kepada Ruqayyah?

Di mana ibu mereka?

Telah datang Ruqayyah dengan membawa rasa rindu yang mendalam..

Rindu dengan pelukan seorang ibu..

Rindu ingin mencium kening ibu..

Rindu ingin memeluk dadanya..

Rindu ingin mencium telapak tangannya..

Akan tetapi sangat disayangkan itu semua tidak ditemukan oleh Ruqayyah. Maka serentak tangisan mengiringi mereka, bercampurlah air mata kegembiraan karena berjumpa, dengan air mata kesedihan atas kepergian seorang ibu yang mulia dan sangat dicintai oleh mereka. Semoga Allah selalu mencurahkan rahmatnya atas mereka semua.. Aamiin..

Tak tersisa seorangpun di Makkah kecuali Rasulullah Saw. dengan Sayyiduna Abu Bakar dan Sayyiduna Ali beserta orang-orang tua yang lemah dan wanita yang tidak dapat hijrah, juga muslimin yang berada dalam kekuasaan orang kafir dan dalam siksaan mereka. Tidak lama kemudian izin untuk hijroa telah datang. Rasulullah Saw. hijrah bersama Sayyiduna Abu Bakar dan meninggalkan keluarganya.

Rasulullah Saw. meninggalkan Sayyidatuna Fatimah, Ummu Kultsum, juga istri beliau Saudah, sedangkan Sayyiduna Ali bin Abi Thalib setelah tiga hari menyusul Rasulullah hijrah ke Madinah. Ini adalah sebuah kepercayaan yang sangat kuat dan tinggi dari Rasulullah Saw. atas putri-putri dan istri beliau, yang mana mereka adalah keluarga dan tumpuan beliau Saw..

Mereka tetap sabar dan bertahan serta menunggu izin dari Rasulullah, kemudian Rasulullah Saw. mengutus Zaid bin Haritsah dan Aba Rafi’ untuk menjemput putri-putri dan istri beliau Saudah, beserta keluarga Sayyiduna Abu Bakar. Mereka pun segera bergegas dan berusaha keluar dari Makkah di waktu yang sepi sehingga tidak terlihat oleh orang-orang kafir Quraisy.

Akan tetapi, sangat disayangkan mereka berjumpa dengan orang kafir yang celaka ini, yang ingin menyakiti putri Rasulullah Saw.. Ketika Sayyidatuna Fatimah berada di gotabul ba’ir (rumah-rumahan kecil yang berada di atas onta) tidak disangka muncul Huwairita bin Nugait, menghadang mereka dan berusaha mengulingkan onta.

Maka onta pun tergulingkan, jatuhlah Sayydatuna Fatimah dan Ummu Kultsum dari atas onta, tubuh kedua putri Nabi Saw. terluka dan berdarah, jadi bertambahlah rasa sakit yang diderita serta daya tahan tubuh mereka melemah. Di mana mereka berdua belum sembuh benar dari rasa sakit dan derita bekas pemboikotan. Tubuh Sayyidatuna Fatimah dan Ummu Kultsum sangat memprihatinkan.

Sampailah kabar ke Nabi atas apa yang telah dilakukan orang yang dhalim dan kafir, yang tidak mengerti sopan santun dan hati nurani.

Bagaimana bisa keluar hanya ingin menyakiti perempuan?

Ke mana pergi kejantanannya?

Nabi menahan rasa sakit tersebut dan menyimpannya, sehingga datang “Fathu Makkah ” di tahun ke-8 hijriyah. Nabi Saw. bersabda: “Siapa saja di antara kalian yang menemukan Huwairits bin Nugait maka bunuhlah walaupun dia bergelantungan di tirai Ka’bah.” Dan siapakah orang yang beruntung ini yang akan membunuh orang yang keji dan dhalim ini sehingga dapat mengobati hati Umat Islam dan mengobati hati Zahro’ atas apa yang telah dilakukan atasnya.

Ternyata dialah Sang Ksatria yang sejati yang mampu mengobati luka yang ada dalam hati setiap mukmin yaitu Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ketika beliau menemukan Huwairits bin Nugaid yang mana ketika melihat Sayyidina Ali menghunuskan pedang Huwairits meminta maaf dan perdamaian. Akan tetapi Sayyiduna Ali dengan tegas membunuhnya sebagai balasan dan karena diperintahkan pleh Rasulillah Saw..

Sampailah Sayyidatuna Fatimah dan Sayyidatuna Ummi Kultsum di Madinah dan Rasulullah senang dengan kedatangan dua putrinya tersebut. Begitu juga Sayyidatuna Fatimah merasa tenang hatinya ketika melihat ayahnya dalam keadaan aman setelah mendapat gangguan dan kesusahan yang dihadapi di Makkah. Bergembiralah hati Az-Zahro’ ternyata ayahnya telah menemukan suatu kaum yang mencintai dan dicintainya, suatu kaum yang menolong dan siap berkorban atasnya. Semakin tenanglah hati dan pikiran Az-Zahro’ karena Sayyidatuna Fatimah setiap harinya tak dapat tidur malam, hatinya gelisah dan berkeringat dingin karena takut terjadi sesuatu atas ayahnya Saw..

Rasa tenang meliputi hati Zahro’ ketika melihat orang-orang Anshar yang berada di Madinah lebih mementingkan kepentingan Rasulullah atas diri, keluarga, anak-anak, dan semua yang mereka miliki.

Sementara itu Sayyidatuna Zainab masih berada di Mekkah, maka terjadilah apa yang harus terjadi, berada sendirian dalam Islam sedangkan suaminya berada dalam kekufuran sebelum Allah pisahkan pernikahan muslim dengan kafir.

Sayyidatuna Fatimah dan Ummu Kultsum tidak mengetahui keadaan saudarinya itu. Hari-hari pun berlalu sampai datang peristiwa perang Badar yang mana di dalamnya terdapat sebuah pertolongan/kemenangan dari Allah atas Rasul-Nya dan kaum muslimin.

Mereka mendapat banyak tawanan orang kafir, ternyata salah satu dari tawanan tersebut adalah Abul Ash bin Robi’ suami Zainab, dan Rasulullah tetap menegakkan perintah Allah.

Sebagian besar penduduk Mekkah mengirim sejumlah harta untuk menebus keluarga yang jadi tawanan, Zainab pun juga mengirimkan melalui Amr bin Robi’, saudara suaminya sebuah bungkusan kotak kecil dan berkata “Berikan ini kepada ayahku dan katakan Zainab ingin menebus suaminya.

Ketika Rasulullah Saw. sedang duduk bersama sahabatnya, datanglah Amar bin Robi’ mendekatinya dan memberikan bungkusan tersebut. Maka Rasulullah membukanya dan ternyata di dalam nya terapat sebuah kenangan, sebuah memori masa lalu, yaitu sebuah kalung emas milik Sayyidatuna Khadijah binti Khuwailit yang diberikan kepada Zainab di malam pengantinnya.

Ketika Rasulullah melihat kalung tersebut air mata beliau yang mulia mengalir menjadi saksi rasa rindu yang ada dalam hati, dan Rasulullah pun terdiam. Sehingga membuat semua para sahabat terdiam dan menundukkan kepala karen merasa pilu.

Sesungguhnya Rasulullah teringat Khadijah. Ini adalah kenang-kenangan yang indah, sebuah pengingat terhadap kekasih tercinta, yang mana kecintaan kepada Khadijah telah memenuhi hati Rasulullah.

Rasulullah membuka mata beliau yang penuh linangan air mata seraya berkata kepada para sahabat: “Jika kalian ingin mengembalikan kalung tebusannya dan membebaskan suaminya maka laksanakanlah”.

Maka para sahabat menjawab “Ya Rasulullah kami akan mengembalikan kalungnya dan kita akan membebaskan tebusan atas tawanan kita ini.”

Coba kita lihat, beliau adalah Rasulullah. Beliau adalah pemimpin mereka, beliau adalah ketua mereka. Tetapi Rasulullah Saw. meminta izin kepada mereka dari agungnya akhlaq yang beliau miliki kepada Allah Swt..

Rasulullah pun kembali menuju rumah menemui Sayyidatuna Fatimah dan Ummu Kulstum. Tidak dapat dipungkiri di wajah Rasulullah tersmpan sesuatu yang dipendam atas apa-apa yang telah disaksikan, menyimpan suatu tanda tanya, maka mereka bertanya atas apa yang telah terjadi.

Beliau pun menceritakan bahwa beliau telah melihat sebuah kalung milik Sayyidatuna Khadijah, yang dikirim oleh Sayyidatuna Zainab untuk menebus suaminya. Maka mereka bertiga duduk dalam suatu perbincangan yang mengenang masa lalu di Makkah yang penuh keindahan dan perjuangan bersama istri tercinta, kenangan di waktu menggendong Sayyidatuna Fatimah, dan ketika merawatnya dan ketka Sayyidatuna Khadijah mengantarkn makanan ketka beliau berada di goa.

Kenangan tersebut membuat air mata Sayyidatuna Fatimah mengalir, mata Ummu Kultsum memerah tak tahan menahan rasa rindu yang ada di dalam dirinya. Maka Rasulullah Saw. pun memeluk kedua putrinya itu dengan penuh kasih sayang laksana seorang ibu dengan diiringgi air mata kerinduan.

Maka hari-hari pun berlalu dan tahun demi tahun terlewati. Diceritakan ketika Abul ‘Ash bin Robi’ sedang memperdagangkan harta orang kafir Quraisy Makkah, ia berjumpa dengan para sahabat Nabi yang sedang dalam perjalanan pulang dari peperangan. Maka para sahabat pun menawan dan mengambil harta Abul ‘Ash serta membawahnya kembali ke Madinah.

Ketika Sayyidatuna Zainab mendengar kabar tersebut, maka beliau kembali mengirim sesuatu untuk menebus suaminya tersebut. Kemudian Nabi berkata “Wahai para sahabatku jika kalian ingin mengembalikan harta-hartanya dan membebaskannya maka laksakanlah.” Maka para sahabat dengan segera dan berlari ke rumah mereka masing-masing untuk mengembalikan harta yang telah diambil dari Abul ‘Ash.

Bahkan mereka mengembalikan harta Abul ‘Ash walau sekecil apa pun yang telah mereka dapatkan dari harta rampasannya, itu semua para sahabat lakukan karena rasa cinta dan memuliakan hubungan kekeluargaan Abul ‘Ash dengan Rasulullah Saw..

Kemudian Rasulullah Saw. memanggil dan membisikkan sesuatu di telinganya, maka Abul ‘Ash kembali ke Mekkah dalam keadaan sangat sedih. Zainab gembira dengan kedatangan suaminya, akan tetapi wajah Abul ‘Ash menunjukan kesedihan yang sangat mendalam. Lalu Zainab berkata “Apa yang telah terjadi padamu wahai suamiku?”

Abul ‘Ash menjawab “Sebuah perceraian wahai istriku.”

“Mengapa bisa begitu suamiku?” tanya Zainab.

Abul ‘Ash menjawab “Sesungguhnya ayahmu telah meminta kepadaku agar menceraikan dan mengembalikanmu padanya dan ayahmu telah mengirim Zaid Bin Haritsah tuk menjemputmu.”

Zainab pun bersedih, akan tetapi Zainab tahu bahwa telah datang perintah Allah dan Rasul-Nya yang harus ditaati.

Maka Zainab pun berangkat dengan ditemani oleh saudara Abul ‘Ash karena Abul ‘Ash tak sanggup mengantarkannya, agar tidak bertambah rasa sedih atas perpisahannya. Karena Abul ‘Ash sangat cinta pada Zainab.

Bagaimana tidak, Zainab adalah putri Rasulullah, seorang wanita yang memiliki adab-adab yang sempurna, yang meiliki kesetiaan dan menunaikan hak-hak seorang istri dengan sempurna, yang mana tidak pernah tampak darinya kejelekan, bahkan demi cintanya pada suaminya Zainab rela mempertaruhkan nyawa dan hartanya, bahkan mempertaruhkan kalung kesayangan pemberian ibunya. Di mana kalung tersebut adalah harta paling berharga yang dia miliki.

Begitu juga Abul ‘Ash sangat mencintai Zainab, akan tetapi dia telah berjanji pada Rasulullah dan Abul ‘Ash tidak akan melanggar janji tersebut..

Datanglah saudara Abul ‘Ash, maka berangkatlah Zainab beserta kedua anaknya Umamah dan Ali dengan menaiki onta. Ketika sampai di tengah jalan, sebagian orang-oarang musyrikin menghadangnya kemudian salah satu dari mereka yaitu seorang yang kasar, tidak memiliki rasa belas kasih, dan yang penuh kebencian Khabbar bin Aswad datang menakut-nakuti Sayyidatuna Zainab dengan mengayun-anyunkan tombaknya ke arah wajah dan perutnya.

Sayyidatuna Zainab pun menghindar-hindar dan onta pun bergerak-gerak ketakutan. Di mana saat itu Zainab dalam keadaan mengandung, coba bayangkan seorang yang sedang mengandung harus bepergian menempuh jarak jauh. Maka terjatuhlah Sayyidatuna Zainab dari atas onta yang tinggi ke tanah yang sangat keras dan panas.

Maka saudara Abul ‘Ash dan para sahabat bertarung melawan orang-orang musyrikin. Saudara Abul ‘Ash memerangi mereka untuk membela istri saudaranya. Sehingga orang-orang musyrikin mundur dan kabur.

Ketika saudara Abul ‘ash melihatnya, ternyata tubuh Zainab sudah dipenuhi darah. Zainab telah mengalami pendarahan yang sangat parah, Zainab mengalami keguguran. Calon bayi yang dikandungnya telah pecah dan keluar dari perutnya.

Yaaa Allah..

Coba anda resapi bagaimana keadaan Zainab saat itu..

Dalam keadaan tubuh berlumur darah dan janinnya gugur..

Maka Zainab pun dibawa kembali ke Makkah untuk berobat. Mengobati rasa sakit yang sangat pedih karena pendarahan yang dialaminya. Setelah pulih, Zainab pun kembali berangkat menuju Madinah. Ketika sampai, Zainab disambut oleh ayahnya dengan pelukan kerinduan. Kemudian Zainab duduk di kamar bersama Sayyidatuna Fatimah dan Ummu Kultsum, saling berpelukan, bercerita, melepas rasa rindu, dan Zainab pun menceritakan derita yang baru saja dialaminya. Ketika mereka menyampaikan atas apa yang dialami Zainab kepada Rasulillah Saw. maka marahlah beliau ketika mendengarnya.

“Apa mau mereka sehingga tak memilik rasa takut? Mereka telah kehilangan rasa jantan, telah hilang keberanian mereka, kehilangan semua rasa sampai beraninya menyerang perempuan!”

Maka sangat pilu dan sedih. Sangat murkalah Rasulullah dengan apa-apa yang mereka lakukan. Maka Nabi memerintah para sahabat untuk mencari mereka dan apabila menemukan Khabbar bin Aswad dan kaumnya agar membakar mereka.

Keesokan harinya Nabi mengutus beberapa sahabat untuk menyusul sahabat yang telah berangkat dan memberi kabar bahwa Rasulallah tidaklah berhak menyiksa dengan api kecuali Allah, maka jangan bakar mereka tapi bila kalian temukan bunuhlah mereka.

Semua itu karena perlakuan dan siksaan mereka yang keji pada putri Rasulillah Saw.. Inilah balasan bagi mereka di dunia dan nanti di akhirat kan mereka dapatkan adzab yang lebih pedih yaitu adzab neraka sebagai seburuk-buruk tempat yang mereka tuju.

Dan tinggallah Zainab dan putrinya Umamah di madinah. Suatu hari Rasulullah Saw. lewat di depan mereka seraya menghampiri Ali (adik Umamah) dan menggendongnya dengan penuh kasih sayang, dan Rasulullah pun sangat mencintai Umamah.

Sampai suatu saat ketika Rasulullah sedang sholat bersama sahabat, ketika Rasulullah sujud tiba-tiba Umamah naik ke punggung beliau hingga Rasulullah menahan dengan memperlambat sujudnya. Beliau tidak ingin bangun dari sujud sedang putri kecil itu masih di punggungnya yang mulia. Karena rasa cinta beliau yang begitu mendalam padanya. Dan Rasulullah sering keluar menuju masjid dengan Umamah berada digendongan dan pelukan mesra beliau Saw.. Karena Rasulullah sangat sayang pada anak kecil, Rasuluullah sangat mencintai cucu-cucunya. Ketika Sayyidatuna Fatimah Azzahro’ mencapai usia ke-18, sebagian sahabat datang untuk melamarnya, diantaranya datang Sayyidina Abu Bakr, dan Rasulullah hanya diam lalu berkata “Aku menunggu perintah dari Allah”.Kemudian datang Sayyidina Umar maka Rasulullah menjawab sebagaimana jawaban pada Sayyidina Abu Bakr.

Maka beliau berdua mendatangi Sayyidina Ali bin Abi Thalib seraya berkata “Wahai Ali engkau termasuk salah satu orang yang pertama masuk Islam dan engkau adalah begini.. begini.. dan begini…”

Sayyidina Abu Bakr dan Umar memberi semangat pada Sayyidina Ali dan berkata “Sebaiknya engkau pergi melamar Fatimah dari Rasulillah dan engkau adalah orang yang pantas dan berhak memilikinya, engkau juga adalah sepupunya.”

Maka berangkatlah Sayyidina Ali dalam keadaan malu yang sangat, lalu masuklah beliau kepada Rasulullah dengan rasa malu yang sangat besar, duduk di hadapan Rasulullah dan beliau Saw. melihat dari mata Sayyidina Ali terpancar sebuah kata-kata dan rasa malu. Rasulullah berkata “Apa yang ada di benakmu wahai Ali ?” Sayyidina Ali menjawab dengan mata yang berkaca-kaca “Terlintas di benakku Fatimah duhai Rasulallah”. Maka Rasulullah menjawab “marhaban wa ahlan” Sayyidina Ali pun terdiam dan tersipu malu. Begitu juga Nabi terdiam dan malu beberapa saat yang cukup lama. Dalam benak Rasulullah ingin Sayyidina Ali tuk membuka pembicaraan, dan Sayyidina Ali dalam keadaan malu yang sangat sehingga tak mampu meneruskan kata-katanya.

Maka keluarlah Sayyidina Ali, dan para sahabat telah menunggu di luar dan bertanya “Apa yang Rasulullah katakan padamu ?” Sayyiduna Ali menjawab “Rasulullah berkata ‘marhaban wa ahlan’”. Para sahabat berkata “Wahai Ali cukup seandainya Rasulullah berkata padamu satu saja, tapi Rasulullah telah memberimu dua jawaban yaitu ‘marhaban wa ahlan’ tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah telah menyetujuinya.

Dalam riwayat yang lain: Ketika Rasulullah berada di masjid, Rasulullah berkata bahwa sesungguhnya Allah Swt. telah menikahkan Fatimah dengan Ali di langit dan aku telah menikahkannya dengan Ali maka semua sahabat Ra. yang ada di masjid pun menjadi saksi.

Di sebagian riwayat mengatakan: Rasulullah berkata kepada Sayyidina Ali “Hai Ali apakah kau memiliki sesuatu yang bisa kau jadikan sebagai mahar?” Maka Sayyidina Ali berkata “Wahai Rasulullah aku tak memiliki sesuatu apapun kecuali pedang dan baju perangku.”

Karena Sayyidina Ali tergolong orang yang tidak mampu, yang tumbuh besar dalam didikan Rasulullah, seperti kita ketahui bahwa Beliau hidup dalam kezuhudan dan kemiskinan yang tidak memiliki apa-apa maka Ali pun menjawab seperti itu.

“Duhai Ali mengenai pedangmu engkau harus tetep menggunakannya untuk berperang di jalan Allah sedang baju zirahmu jualah!” Maka Sayyidina Utsman membeli baju perang tersebut dengan harga 480 dirham lalu Sayyidina Ali memberikan hasil penjualan itu kepada Rasulullah.

Rasulullah mengambil 1/3-nya untuk membeli minyak wangi dan sebagian digunakan untuk menghias rumah Fatimah. Disebutkan dalam sbagian riwayat Rasulullah masuk kamar Fatimah untuk bermusyawarah dengannya dan berkata “Wahai Fatimah sesungguhnya Ali ingin meminangmu dan kau telah mengenal Ali dengan baik.”

Maka Sayyidatuna Fatimah diam dan tersipu malu. Rasulullah mengetahui dengan diamnya Fatimah itu berarti dia telah ridho dan menyetujuinya. Maka dimulailah persiapan untuk menggelar pernikahannya. Akan tetapi, tahukah anda perlengkapan apa yang dipersiapkan oleh Azzahro’?

Bagaimana dengan zaman ini, seorang anak gadis sekarang mungkin salah satu dari mereka merepotkan keluarganya dan mereka tidak rela jika pernikahan mereka dilakukan dengan sederhana. Dengan menginginkan ini dan itu, coba perhatikan ini adalah Sayyidatuna Fatimah, pemimpin para wanita di surga nanti. Apakah perlengkapan yang disiapkan Fatimah..??

Persiapan yang dilakukan Sayyidatuna Aisyah dan sebagian iring-iringan Ummahatul Mukminin dengan membawa perlengkapan nikah menuju rumah Fatimah, lalu Sayyidatuna Aisyah berkata “Kami gelarkan di kamar Fatimah pasir halus sebagai permadani yang menghiasi kamar Sang Bunga dan didatangkan bantal dari kulit yang didalamnya dipenuhi degan pelepah kurma yang mana bantal ini bakal dijadikan sebagai alas tidur mereka. Dengan perabot alat penggiling gandum dan bejana tempat air/kendi juga beberapa minyak wangi serta dipersiapkan tempat menyimpan baju (yang sekarang dikenal dengan nama lemari).”

Tahukah anda bagaimana bentuk lemari tersebut?

Sayidatuna Aisyah berkata “Kami tancapkan antara dua dinding sebatang kayu untuk meletakkan pakaian mereka dan tempat untuk menggantungan tempat air juga barang-barang mereka yang mana kayu ini sebagai segala tempat penyimpanan” (sperti lemari di zaman ini). Subhanallah, bagaimana dulu keadaan mereka dalam kezuhudan ini? Dalam keadaan yang sangat memprihatinkan ini??

Akan tetapi Nabi Saw. telah memberi kabar bahwa dunia tidak pantas untuk Muhammad dan keluarga Muhammad. Di mana Rasulullah tidak pernah menoleh dan disibukkan oleh dunia ini. Sedangkan Sayyiduna Hamzah datang dengan membawa dua onta yang sangat istimewa sebagai jamuan makan untuk para tamu-tamu yang datang.

Sayyidatuna Aisyah berkata “Maka kami memakan kurma dan kismis dan demi Allah aku tak melihat pernikahan yang lebih mulia dari pernikahan Fatimah.” Bagaimana bisa sebuah pernikahan dapat menandingi pernikahan Fatimah yang mana pernikahan Fatimah telah dirayakan di langit sebelum dirayakan di bumi dengan ‘Inayah Allah Swt..

Lalu dimulailah perayaan pernikahan, Nabi pun keluar dengan membawa bighol/binatang sejenis kuda dan berkata “Naiklah wahai putriku Fatimah.” Lalu beliau menyuruh Salman “Bawa dan tuntun ia menuju rumah Sayyidina Ali” dan Rasulullah mengikuti di belakang dengan Sayyidina Hamzah beserta keluarga Bani Hasyim sebagai arak-arakan menuju rumah Sayyidina Ali.

Rasulullah menyuruh sebagian perempuan untuk mengarak Sayyidatuna Fatimah dengan disertai lantunan sya’ir-sya’ir pujian dan takbir kepada Allah serta menarik Sayyidatuna Fatimah dalam karak-karakan tersebut.

Sungguh pernikahan yang sangat indah dan meriah..

Pernikahan yang membuat seluruh alam riang gembira..

Pernikahan sang putri yang akan menjadi pemimpin para wanita di surga nantinya..

Pernikahan yang akan menghasilkan para kesatria-kesatria yang akan menjadi pengen-pengen pemuda di surga..

Mudah-mudahan Allah menjadikan kita semua termasuk dalam lingkupan kebahagiaan ini..

Dan dicatat sebagai orang-orang yang singgah di telaga Rasulullah dan masuk ke surga Allah nanti..

Aamiin..

Aamiin..

Ya Rabbal ‘Alamiin.

Para Ummahatul Mu’minin saling berlomba-lomba..

Taukah kalian atas apa mereka saling berlomba-lomba??

Mereka berlomba-lomba untuk mendapat ridha Rasulullah Saw…

Para Ummahatul Mu’minin tahu bahwa Rasulullah sangat amat mencintai putrinya ini. Tidak pernah mencintai seorang manusia pun seperti cintanya pada putrinya ini sama sekali. Mereka tahu jika mereka menggembirakan dan membantu Fatimah, mereka mendapat tempat yang sangat khusus di hati Rasulullah Saw..

Kemudian sebagaimana kalian ketahui seorang anak gadis di hari pernikahannya siapakah yang paling diharapkan??

Yang sangat diharapkan dan dibutuhkan adalah seorang ibu..

Tapi kemanakah Khadijah binti Khuwailid??

Sesungguhnya Khadijah telah tertanam di bumi Makkah yang tandus..

Di hari pernikahan Sayyidatuna Fatimah, Rasulullah teringat pada istri tercintanya yaitu Khadijah, maka Rasulullah menuntun Sayyidatuna Fatimah masuk ke dalam rumah Sayyiduna Ali.

Para wanita-wanita berdatangan dan masuk ke kamar Sayyidatuna Fatimah. Kemudian Ummi Salamah melantunkan sya’ir-sya’ir pujian yang diiringi oleh para wanita-wanita yang berbunyi:

~ Sirna bi aunillahi jaaroti wasykurna hu fikulli halati

(Dengan rahmat Allah kita menjadi tetangga, rasa syukur kami atas semua nikmat ini)

~ Wadzkurna ma an ama Rabbul ‘Ula min kasyi makruhati wa afati

(Ingatlah atas kelapangan yang Allah berikan dari segala malapetaka dan musibah)

~ Faqot hadana ba’da kufrin waqot an asyana Rabbus samawati

(Juga atas pentunjuk sehinga kita terlepas dari kekufuran dan Allah memberi kita kehidupan)

~ Sirna ma’a khoiri nisail waro tufda biammatin wakholati

(Sehingga bersama sebaik-baik wanita yang kami siap menjadikan orang yang kami cintai sebagai tebusanmu)

~ Ya bintaman fadholahu dul ula bilwahyi minhu warrisalati

(Wahai putri seorang yang diagungkan dengan sebuah wahyu dan kerasulan).

Saat itu para wanita-wanita melantunkan bait-bait syair yang mana mereka berusaha agar dapat menggembirakan hati Sayyidatuna Fatimah. Kemudian Nabi Saw. membawa masuk Fatimah ke rumah Sayyidina Ali dan berkata “Jangan kau sentuh istrimu sampai aku kembali.” Maka Rasulullah kembali menuju masjid untuk menunaikan shalat Isya’.

Bagaimana keadaan manusia sekarang?

Berapa banyak dengan sebab acara pernikahan memudakan urusan shalat atau bahkan meninggalkannya??

Tapi Rasulullah Saw. tidak ada di dalam hatinya yang lebih mulia dari shalat..

Maka Rasulullah Saw. kembali ke masjid untuk melaksanakan shalat Isya’ bersama para sahabat dan para tamu, Nabi memberikan pencerahan serta memberikan nasehat-nasehat.

Setelah itu Rasulullah dengan cepat berjalan menuju rumah Sayyidatuna Fatimah. Ketika Rasulullah masuk, semua para wanita keluar kecuali satu yang tidak keluar, yaitu Asma’ binti Umais, menemani Fatimah berada duduk di ujung kamar. Kemudian Nabi berkata “Siapa ini?”

Asma’: “Asma’”

Nabi: “Binti umais?”

Asma’: “Iya wahai Rasulullah”

Nabi: “Mengapa kau tidak keluar?”

Asma’ binti Umais berkata “Wahai Rasulullah, seorang wanita atau anak gadis di hari seperti ini sangat membutuhkan seorang teman wanita yang bisa diajak curhat dan diskusi.”

Subhanallah, anak gadis di hari pernikahannya, di zaman yang penuh kehormatan dan adab mungkin dia tidak mengerti perkara-perkara atau tata cara serta urusannya, bahkan mungkin ia tertimpa rasa malu, mungkin terjadi atasnya perkara-perkara yang tidak ia mengerti.

Asma’ bertanya “Bolehkah aku temani dia?”

Maka Rasulullah Saw. teramat sangat gembira, karena Asma’ membuat putrinya terhibur dan tenang. Bagi Fatimah di hari seperti ini, ia sangat membutuhkan ibunya, Khadijah. Dan Asma’ binti Umais berusaha menggantikan sebagian peran Khadijah, oleh karena itu Rasulullah Saw. gembira.

Asma’ binti Umais berkata “Maka Nabi Saw. pun mendoakanku dengan doa-doa yang sangat banyak. Demi Allah, aku sangat mengharapkan doa-doa itu. Dan inilah yang selalu ku harapkan dan ku impi-impikan.”

Padahal Asma’ binti Umais termasuk dari wanita-wanita yang penuh perjuangan dan ikut hijrah serta memiliki sebuah peran yang besar bagi para muslimat.

(Di sebagian riwayat bukan Asma’, akan tetapi Ummu ‘Aiman)

Asma’ berkata “Maka Rasulullah mendoakan aku ‘Allahummah fadzha minassyaithan wahfadzha ‘an yaminiha wa ‘an syimaliha wa min amamiha wa min khalfiha wa min fauqiha wa min tahtiha.”

Asma’ berkata “Maka Rasulullah mendoakanku dengan doa yang begitu banyak. Demi Allah, doa-doa itulah yang selalu ku harap atas apa-apa yang aku miliki.” (‘Alaihim Ridwanullahi Ta’ala)

Kemudian duduklah Nabi SAW. seraya mendoakan pada kedua mempelai dan mengambil sedikit air, dan menggunakannya untuk berwudhu’ dan membaca-bacakan air tersebut. Kemudian berkata pada Fatimah “Menghadaplah padaku.”, maka Nabi memercikkan air pada dadanya.

Nabi berkata “Baliklah.” Nabi memercikkan air pada punggungnya serta kepalanya seraya berdoa “Allahumma inni uidzuha bika wa durriyataha minassyaithanirrajim”.

Kemudian Nabi Saw. memanggil Sayyiduna Ali dan berkata “Menghadaplah kapadaku.” Nabi pun memercikkan air pada dadanya, kemudian memercikkan air pada punggungnya serta mendoakannya dengan doa yang sangat agung.

Kemudian mendoakan mereka berdua dengan doa “Allahumma barik fiihima wa barik alaihima wa barik lahuma finaslihima.” Kemudian melanjutkan doanya “Allahumma hadzihi binti wa ahabbul khalqi ilaiyya, Allahumma hadza akhi wa ahaabul khalqi ilaiyya, Allahummajalhu laka waliyyan wa bika hafiyyan wa barik fi ahlihi (Ya Allah, ini ‘Fatimah’ adalah anakku dan dia adalah seseorang yang paling aku cintai, Ya Allah dan ini ‘Ali’ adalah saudaraku dan dia adalah seseorang yang aku cintai, Ya Allah jadikanlah Ali sebagai penolong (wali) bagi-Mu, dan jadikan hambamu yang selalu mengabdi pada-Mu)

Kemudian Nabi Saw. menuju pintu keluar, ketika Nabi memegang daun pintu, Nabi memberikan nasihat-nasihat pada kedua mempelai dan berkata “Wahai Fatimah, tugasmu adalah segala urusan di dalam rumah. Dan engkau wahai Ali, tugasmu adalah semua urusan yang ada di luar rumah.

Kemudian Nabi berhenti di tengah pintu dan mendoakan kedua mempelai tersebut, dan meminta kepada Allah agar menjaga keduanya serta mengeluarkan dari mereka keturunan yang shaleh. Maka kedua mempelai tersebut melalui hari dan malamnya dengan keindahan dan kebaikan.

Ketika muncul mentari pagi, Rasulullah bergegas menuju rumah Fatimah. Yang mana demi Allah tidaklah ada pagi dan sore kecuali Rasulullah Saw. melalui rumah Fatimah. Tahukah anda mengapa? Semua itu karena Fatimah memiliki tempat khusus di hati Rasullullah Saw..

Di pagi hari itu Rasulullah pun menuju rumah Fatimah, kemudian meminta izin dan masuk seraya memberikan salam kepada mereka berdua kemudian bertanya “Bagaimana kau temukan istrimu wahai Ali?”

Sayyidina Ali menjawab “Sebaik-baiknya pendamping untuk membantu dalam ke taatan.” Kemudian Nabi bertanya kepada Sayyidatuna Fatimah “Bagaimana kau temukan suamimu wahai Fatimah?” Fatimah menjawab “Wahai ayahku, dia adalah sebaik-baiknya suami.

Maka Rasulullah Saw. menganggkat tangannya dan berdoa “Allahumma ijma’ syamlahuma wa allif baina qulubaihima waj’alhuma wa dzurriyyatahuma min waratsatil jannah warzuq huma dzurriyyatan thahiratan mubarakatan waj’al dzurriyyatahuma albarakah waj’alhum aimmatan yahduna biamrika íla tha’atik.”

(Ya Allah, kumpulkan mereka dalam kebaikan dan satukan hati mereka berdua dan berikan pada mereka keturunan yang menjadi penduduk surga. Serta berikan atas mereka berdua sebuah keturunan yang bagus, yang suci, yang penuh keberkahan. Dan jadikan setiap anak cucuk mereka keberkahan dan jadikan mereka semua para pemimpin yang memberi hidayah dengan perintah-perintah-Mu kepada ketaatan)

Sayyidyna Anas berkata, yang mana beliau adalah periwayat semisal doa-doa ini dari Rasulullah Saw.. Beliau berkata “Demi Allah, telah Allah keluarkan dari mereka berdua (Sayyidatuna Fatimah dan Sayyidina Ali) keturunan-keturunan yang banyak dan baik.

Sayyidina Anas memiliki umur yang panjang setelah meninggalnya Rasulullah Saw.. Beliau mendapati zaman Sayyidina Hasan dan Husain, juga mendapati zaman anak Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain. Bahkan beliau mendapati zaman cucu dari pada Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain.

Sayyidina Anas menemukan mereka adalah keturunan yang banyak dan baik dari Ahlul Bait Rasulullah Saw. yang bersumber dari suatu rumah yang agung. Suatu rumah yang dipenuhi dengan kefakiran dan kekurangan, rumah yang diliputi kezuhudan dan keridhaan. inilah kamar Sayyidatuna Aisyah.

Begitu juga Sayyidina Ali berada dalam sebuah kamar yang penuh kzuhudan dalam urusan dunia, yaitu kamar yang penuh kewaraan, sebuah kamar yang diliputi sifat sabar. Yang mana Sayyidatuna Fatimah tidak pernah merasa letih lisannya untuk berdzikir, malamnya dihiasi dengan Qiyamul Lail, dan siangnya dihiasi dengan puasa. Begitu juga Sayyidina Ali mujahadahnya tidak kalah dengan Sayyidatuna Fatimah. Yang mana beliau seorang yang ahli ibadah dan mujahadah, yang tidak pernah merasa lelah dalam menjalankan ketaatan dan jihad fi sabilillah.

Di rumah yang sangat sederhana ini, mereka pun tertimpa bermacam-macam musibah yang harus menimpa, mulai dari kefakiran sampai kesusahan. Suatu saat ketika Sayyidina Ali datang, beliau melihat Sayyidatuna Fatimah, tangan putri Rasulillah terasa kasar, dan tampak di pundaknya bekas hitam, karena kesehariannya memikul air. Sayyidatuna Fatimah telah bekerja hingga letih, keringatnya pun bercucuran dari tubuhnya.

Melihat hal tersebut, Sayyidina Ali berkata “Wahai putri Rasulillah, sesungguhnya ayahmu telah mendapat bagian dari rampasan perang, tidakkah engkau pergi dan meminta kepada ayahmu seorang pembantu?”

Sayyidatuna Fatimah menjawab “Wahai suamiku, sesungguhnya aku sangat malu untuk mengatakan hal itu.”

Sayyidina Ali berkata “Pergilah dan kabarkan pada ayahmu.”

Kemudian Sayyidatuna Fatimah pergi, akan tetapi ia tidak menemukan ayahnya, maka ia mengabarkan kepada Sayyidatuna Aisyah. Maka Sayyidatuna Aisyah pun menyampaikan kabar tersebut pada Rasulullah Saw.

Ketika menjelang malam, setelah mendengar kabar dari Sayyidatuna Aisyah, maka Rasulullah pun bergegas menuju kamar Sayyidatuna Fatimah, dan masuk ke dalamnya. Sedangkan Sayyidina Ali dan Sayyidatuna Fatimah berbaring dan tertutup dalam selimut. Dengan sebuah selimut yang mana jika menutup kepala mereka, maka kaki mereka terbuka, dan jika digunakan menutup kaki mereka, maka kepala mereka terbuka.

Ketika mereka mengetahui Rasulullah telah masuk, mereka berdua berusaha bangun untuk menyambut Raasulullah. Maka Nabi Saw. berkata “Jangan bangun, tetaplah kalian berada ditempat kalian.”

Maka Rasulullah memasukkan kedua kakinya kedalm selimut tersebut. Sayyidina Ali berkata “Sehingga aku rasakan dingin kaki rasulullah diperutku.”

Nabi Saw. bertanya “Apa yang ingin kalian sampaikan?”

Maka Sayyidatuna Fatimah terdiam dan tersipu malu..

Kemudian Sayyidina Ali berkata “Aku yang akan menjelaskannya wahai Rasulullah. Sesungguhnya putri enkau Fatimah telah lama menahan letih dan capek karena pekerjaan yang ada di rumah. Setiap hari ia menggiling gandum sehingga tangannya tampak kasar. Dan setiap hari ia memikul air sehingga tampak bekas hitam di pundaknya, dan dadanya terasa sesak dan sakit. Dan dia telah tertimpa banyak sekali kesulitan.”

Maka Sayyidina Ali terus mengadu kepada Rasulullah Saw. atas apa-apa yang telah menimpa istrinya, yang mana beliau adalah putri Rasulullah. Maka Nabi Saw. menjawab “Tidak. Demi Allah, aku tidak akan memberikan pada kalian berdua sedang aku meninggalkan orang-orang yang berada di masjid (Ahlus Suffah), dan orang-orang fakir dari kaum muslimin sedang berada dalam kelaparan.”

Rasulullah Saw. lebih memilih kelaparan bagi keluarganya dari pada para sahabatnya, dan para muslimin yang berada dalam kelaparan.

Kemudian Nabi Saw. berkata “Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang mana lebih baik dari pada seorang pembantu?”

Maka mereka berdua menjawab “Tentu Ya Rosulullah.”

Maka Rasulullah berkata :”Jika kau hendak menuju tempat tidur maka bertasbihlah 33 kali, dan bertahmidlah 33 kali, dan bertakbirlah 33 kali, karena itu lebih baik dari seorang pembantu.”

Sayyidina Ali berkata “Demi allah aku tidak pernah meninggalkannya sama sekali.”

Salah satu sahabat bertanya apakah kau tidak pernah meninggalkannya walaupun di hari siffin, yaitu hari terjadinya fitnah dan cobaan yang sangat besar?”

Sayyidina Ali menjawab “Aku tidak pernah meninggalkannya walaupun di hari siffin karena itu adalah wasiat dari Rasulullah Saw.“

Dan yang perlu kita ingatkan kepada teman-teman tercinta dan juga para wanita serta para muslimin dan muslimat, bahwasannya wasiat yang telah diwasiatkan Rasulullah Saw. kepada putrinya Fatimah itu adalah sebaik-baiknya wasiat. Maka seharusnya bagi seorang muslim dan muslimah sangat menjaga dan memperhatikan wasiat ini karena di dalamnya terdapat kunci-kunci, kebaikan karena ini adalah sebuah wasiat dari seorang kekasih kepada orang yang dikasihinya.

Yaitu wasiat Al-Musthafa kepada Zahra Al-Batul. Yang mana Rasulullah tidak pernah mencintai seorangpun seperti cintanya kepada Fatimah. Dan wasiat tersebut juga ditujukan kepada Ali bin Abi Thalib suami Fatimah, yang mana Sayyidina Ali adalah manusia paling muliaa di sisi Rasulullah Saw..

Maka seharusnya bagi seorang muslim untuk menjaga bacaan tasbih ini. Yang mana tidak membutuhkan waktu lebih dari setengah menit untuk membaca:

33 kali Subhanallah

33 kali Alhamdulillah

34 kali Allahu Akbar

Yang kemudian ditutup dengan kalimat “Lailahaillallah, Wahdahu La Syarikalah, Lahulmulku wa Lahul hamdu, wa hua ‘ala kulli syain Qodir”

Yang mana barang siapa membacanya maka Allah akan memberikan penolong atasnya secara batin, dan memberikannya sebuah kekuatan, dan kesehatan serta sebuah ‘afiah. Yang mana semua itu lebih baik dari pada seorang pembantu, karena itu semua adalah pertolongan dari Allah Swt. Setelah beberapa waktu, Sayyidatuna Fatimah dan Sayyidina Ali kembali mengalami kelaparan yang sangat luar biasa. Yang mana mereka berdua selalu melalui hari-hari mereka dengan tanpa makanan, begitu juga halnya dengan anak-anak mereka.

Ketika mereka mengetahui bahwa Rasulullah mendapatkan bagian dari hasil rampasan perang dan juga banyak mendapat hewan-hewan ternak, maka Sayyidina Ali berkata kepada Fatimah “Berangkatlah kepada ayahmu dan mintalah bagian pada Rasulullah, siapa tahu ayahmu akan memberimu?”

Maka Sayyidatuna Fatimah pergi karena taat atas perintah suaminya, Fatimah menuju rumah sang ayah. Ketika sampai, Sayyidatuna Fatimah berkata “Wahai ayahku, kami telah tertimpa kesusahan dan kelaparan, sudikah engkau memberikan sesuatu kepada kami?”

Rasulullah Saw. menjawab “Wahai putriku, maukah engkau aku berikan lima kalimat yang mana baru saja Jibril mengajarkannya kepdaku, sebagai ganti lima domba yang kau pinta. Sayyidatuna Fatimah berkata “Wahai ayahku, aku lebih memilih kalimat tersebut.“

Subhanallah, kita lihat inilah Fatimah yang terdidik di rumah Rasulullah, bagaimana fatimah memilih.

Yang mana Rasulullah memberikan pilihan kepada Sayyidatuna Fatimah, “Apakah engkau memilih lima ekor kambing, atau aku akan mengajarkanmu lima kalimat?”

Fatimah berkata “Wahai ayahku, kalimat yang akan kau ajarkan kepadaku lebih baik dari pada makanan yang akan kau berikan kepadaku.”

Rasulullah berkata “Katakanlah:

Ya Awwalal awwalin

Ya Akhiral akhirin

Ya Dzalquatil matiin

Ya Rahimal masakin

Ya Arhamarrahimin

Wahai Fatimah, ketahuilah sesungguhnya lima kalimat ini lebih baik bagimu.”

Maka Sayyidatuna Fatimah pergi dengan perasaan gembira, ketika Sayyidina Ali melihat Sayyidatuna Fatimah tidak membwa sesuatu, Sayyidina Ali berkta “Wahai istriku, apa yang telah ayahmu katakan kepadamu?”

Sayyidatuna Fatimah berkata “Wahai suamiku, aku telah pergi dengan tujuan dunia dan aku kembali kepadamu dengan membawa akhirat. Aku telah pergi untuk menginginkan sesuatu dari dunia dan aku kembali kepadamu membawa akhirat.”
Maka Sayyidatuna Fatimah pun mengajarkan kepada suaminya kalimat yang baru saja diajarkan oleh Rasulullah Saw.. Yang mana kalimat tersebut termasuk dari doa yang selalu dibaca oleh mereka.

Di satu kesempatan yang lain, mereka meminta kepada Rasulullah Saw. sebgian dari hajat mereka, maka Rasulullah Saw. kembali mengajarkan kepada Fatimah agar membaca doa ini:

Allahhumma Rubbussamawatis sab’i wa Rubbul ‘arsyil ‘adhim, Rabbunaa wa Rabbu kullisyai, munzilu Taurat wal Injil wal Qur’an, faaliqil habbi wannawa. A’udzubika min syarri kulli syai’ wa anta akhidun binashiyatihi, antal awwal falaisa mitslu syai’ wa Anta akhiru falaisa ba’daka syai’ wa antad dhahiru falaisa fauqoka syai’. Aqdhi anni dain wa aqnini minal faqri.

Inilah lafad doa yang telah diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.

Sebagaimana telah kita sebutkan pada kalian, yaitu seyokyanya kita selalu menjaga wasiat ini yang telah di wasiatkan oleh Rasulullah Saw. pada putrinya Fatimah. Yang mana itu adalah wasiat yang agung. Jangan sampai seorang muslim melalaikan atau bahkan meninggalkannya.

Seharusnya, diri kita masing-masing selalu menjaganya. Yang mana pasti kita akan menemukan barokahnya di dunia, serta yang lebih agung nantinya di akhirat, Insya Allahu Ta’ala.

Setelah pernikahan SayyidatunaFatimah dengan Sayyidina Ali, Rasulullah Saw. setiap hari melewati rumah Fatimah, dan berkata“Shalat, shalat wahai ahlibait.” Serta membacakan ayat alahzab ayat 33 (Innama yuridullaha liyudhiba ankum rijzsa ahlal baiti wayuthohhirukum tadhira)

beginilah keseharian Rasulullah Saw. yang penuh perhatian pada putrinya.

Suatu hari terjadi suatu keaadan yang sangat menakjubkan dan indah. Yang mana aku rasa ketika itu Sayydina Ali Ra. dalam keadaan yang sangat amat letih. Ketika itu datang Rasulullah Saw. serta berseru “Shalat, shalat wahai ahlil bait” dan membacakan ayat (Innama yuridullah li yudzhiba ankum..) dengan tujuan ingin membangunkan Sayyidina Ali.

Mendengar suara Nabi Saw. dengan segera Sayyidina Ali bangkit dan duduk seraya berkata “Demi Allah tidak kita shalat kecuali apa yang telah ditentukan kepada kita, karena diri kita di tangan Allah, jika Allah mengkehendaki kita bangun maka kita akan bangun.”

Mendengar hal tersebut, Rasulullah kembali dan memukulkan tanganya pada pahanya. Serta mengulang-ulangi kata-kata Sayyidina Ali dalam keadaan tersenyum. “Tidaklah kita shalat kecuali apa yang telah ditentukan kepada kita, tidaklah kita solat kecuali apa yang telah ditentu kepada kita.” Kemudian Nabi Saw. membaca ayat (wakanal insanu aksaro syai in jadala {Kahfi:54}.

Sesungguhnya Sayyidina Ali r.a. atas Nabi dengan jawapan tersebut karena disertai keadaan yang sangat capek. Sesungguhnya Nabi Saw. sangat menjaga atas urusan agama mereka. Kita lihat bagaimana seorang ayah di zaman sekarang, ketika melewati rumah anaknya dan bertanya tentangnya, apa yang suamimu sediakan untukmu? Apakah suamimu telah menyiapkan ini dan itu? Bagaimana keadaan rumah? Bagaimana kenyamanan rumah? Bagaimana AC di rumah, dingin? Apa ada sesuatu yang kurang?

Itulah keadaan ayah di zaman sekarang. Sedangkan Nabi Saw. jika datang ke rumah puterinya memperhatikan urusan agamanya, memperhatikan akhlaq mereka, memperhatikan perangai mereka. Rasulullah mementingkan urusan agamanya karena dunia tidak ada harganya, akan lenyap, dan musnah. Dan Rasulullah Saw. adalah makhluk paling zhuhud.

Kebiasaan Rasullah Saw. jika ingin berpergian akhir rumah yang dituju adalah rumah Fatimah. Mengucapkan salam perpisahan kepada isteri-isterinya, kemudian mendatangi rumah Fatimah dan duduk di dalamnya. Kemudian melakukan kepergiannya.

Kebiasaan para sahabat jika melihat Nabi Saw. masuk ke rumah Fatimah, mereka menunggu ingin melihat keadaan Rasulullah ketika keluar dari rumah tersebut. Mereka semua tahu, jika Rasulullah Saw. masuk ke rumah Fatimah, selalu keluar dalam keadaan yang menakjubkan. Setiap kali masuk ke rumah Fatimah, Rasulullah selalu memiliki gerak geri yang aneh karena kegembiraannya. Nabi Saw. selalu keluar dalam wajah yang penuh kegembiraan dan cahaya, karena rumah tersebut adalah rumah yang dipenuhi rasa cinta, rumah yang penuh kasih sayang ,rumah ketenangan, rumah yang menjadi tempat bagi Nabi untuk menenangkan dirinya, terlebih-lebih ketika terlahir Hasan dan Husain.

Kedua bayi tersebut telah memenuhi keseharian Nabi Saw. juga membuat beliau berasa tenang. Nabi Saw. sangat senang dengan keberadaan mereka serta bermain-main dengan mereka. Setiap Nabi Saw. datang ke rumah Fatimah, Nabi Saw. menghampiri Fatimah sejenak, kemudian Nabi memainkan kedua bayi tersebut, meletakan di atas dadanya, dan menaikkan di atas punggungnya, sedang Fatimah menyapu, membereskan rumah, dan Rasulullah melirik fatimah dengan penuh rahmat.

Suatu hari Nabi Saw. kembali dari kepergian atau peperangan, seperti biasa jika datang pertama tempat yang dituju setelah masjid adalah rumah putrinya, Fatimah. Kemudian setelah itu pergi kerumah isteri-isteri beliau. Rumah Fatimah adalah terakir rumah yang dituju jika beliau mau bepergian, dan rumah pertama yang dimasuki jika datang dari berpergian adalah rumah Fatimah.

Suatu hari Rasulullah Saw. datang dari berpergian, beliau masuk ke masjid, sholat, kemudian langsung kerumah Fatimah. Ketika masuk ke rumah Fatimah, ia menangis melihat keadaan ayahnya yang tampak letih dan lelah, serta tubuhnya dipenuhi debu bekas perjalanan jauh. Maka Fatimah dalam keadaan menangis bergegas membersikan debu di wajah ayahnya. Fatimah menangis, menangis, dan terus menangis.

Melihat hal tersebut, Rasulullah berkata “Jangn kau bersedih wahai putriku, jangan bersedih, karena Allah akan menampakkan agama ini.” Maka Nabi Saw. mengusap tetesan air mata, dan meredakan tangisan putrinya.

Ini semua karena cintanya Sayyidatuna Fatimah pada ayahnya, tidak mampu melihat ayahnya dalam keadaan ini. Sayyidatuna Fatimah tahu siapakah ayahnya. Akan tetapi, Nabi Saw. tidak pernah meninggalkan usahanya, kelapangannya, serta kemampuannya kecuali dipergunakan di jalan Allah dan demi kejayaan agama ini.

Kamar Sayyidina Ali agak jauh dari kamar Rasulullah, dalam satu segi Rasulullah sangat senang jika kamar Fatimah dekat degannya, karena Rasulullah sangat senang keluar masuk rumah Fatimah. Rasulullah Saw. setiap kali menikah memperluas kamarnya, sedang kamar seseorang yang paling dekat dengan kamar-kamar Rasullah adalah kamar sahabat anshar, yaitu Haritsa bin Nu’man.

Suatu ketika Sayyidatuna Fatimah mendatangi ayahnya dan berkata “Wahai Rasulullah, tidakkah enkau bicara pada Haritsa dan meminta darinya agar membagikan pada kita sebgian dari kamarnya?”.

Rasulullah menjawab “Wahai putriku, demi Allah saya sangat malu untak melakukanxnya.”

Allahu Akbar..

Kita lihat Rasulullah malu dengan para sahabat yang selalu siap setiap saat berkorban bukan hanya harta atau rumah mereka, akan tetapi segala jwa raga bahkan ruh mereka demi Rasullah Saw..

Rasulullah berkata “Saya malu wahai putriku karena ia telah membagi sebagian rumahnya untukku.” Maka Nabi pun tidak membicarakan hal tersebut pada Haritsa.

Ketika sampai kabar tersebut pada Haritsa bin Nu’man, maka dengan segera Harista bergegas dan berlari menuju rumah Rasulullah Saw. seraya berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah sampai kabar kepadaku bahwa engkau ingin memindah putrimu Fatimah dekat denganmu, dan rumah-rumahku adalah paling dekatnya rumah di antara Bani Najjar padamu. Wahai Rasulullah, ketahuilah sesungguhnya aku serta hartaku adalah milik Allah dan Rasul-Nya.”

Ya Allah..

Wahai para pembaca coba kita cerna baik-baik kata-kata ini yang mengandung sebuah arti cinta yang sulit ditemukan.. Sebuah makna cinta yang tidak dimengerti oleh bumi, bahkan kebanyakan manusia tidak mendapatkan makna tersebut.

Akan tetapi kita lihat bagaimana Rasulullah Saw. menanamkan sebuah arti dan makna cinta yang sangat menakjubkan dan ajaib. Haritsa berkata “Wahai Rasulullah, demi Allah harta yang kau ambil dariku lebih aku cintai dari pada yang kau tinggalkan padaku. Jika kau ambil dariku sesuatu demi Allah lebih aku cinta.

Melihat kuatnya cinta yang ada di hati Haritsa, maka Rasulullah Saw. menjawab “Apa yang kau katakan adalah benar.” Rasulullah Saw. gembira melihat ketulusan cinta yang ada di hati Haritsa pada Allah dan Rasul-Nya, seraya mendoakan dengan doa yang sangat banyak.

Maka Haritsa pun memberikan sebagian kamarnya, dan Rasulullah pun menjadikannya tempat tinggal putrinya Fatimah dan suaminya Ali bin Abi Thalib. Yang mana kamar Sayyidatuna Fatimah kira-kira dengan ukuran zaman sekarang smeuanya 2,5 X 2 meter persegi. Semuanya tidak sampai 5 meter, sedang tingginya kira-kira mendekati 2 meter, sampai-sampai sebagian tabi’in berkata “Aku masuk kamar Rasullah Saw. dan aku angkat tanganku, maka dapat ku sentuh atap rumah Rasulullah Saw..

Beginilah bentuk rumah Rasulullah dan rumah Sayyidatuna Fatimah, rumah yang kecil inilah yang menjadi tempat Rasullah keluar masuk, dan tempat bermain-main dengan cucuk-cucuknya.

Ketika Allah Swt. memberikan pertolongannya dalam peperangan Badar pada Rasul-Nya dan kaum muslim, maka Rasulullah Saw. dan para sahabat pun kembali menuju Madinah dalam keadaan penuh kegembiraan.

akan tetapi.

Subhanallah, dunia ini bukanlah tempat tinggal Muhammad ataupun keluarga Muhammad. Yang mana Ruqayyah istri Sayyidina Utsman dalam keadaan sakit keras. Bahkan Sayyidina Utsman tidak dapat menghadiri perang Badar karena merawat Ruqayyah bintin Nabi Saw.

Ketika Rasulullah Saw. pulang dari perang Badar yang penuh dengan pertolongan Allah Swt., ternyata datang kabar yang sangat mengejutkan, bahwa Sayyidatuna Ruqayyah telah kembali ke Rahmatullah.

Banyak para wanita menangis atas kepergian Ruqayya, sampai-sampai Sayyidina Umar bin Khattab berdiri dan berteriak, mencegah para wanita agar tidak menangis. Maka Rasulullah berkata pada Sayyidina Umar “Biarkan mereka wahai Umar, selagi tangisan mereka tidak menyerupai tangisan syaithan.

Jenazah Ruqayya pun telah dimasukkan ke liang lahat. Rasulullah Saw. berdiri di tepi liang lahat, dan di sampingnya Sayyidatuna Fatimah sedang menangis. aosullah mengambil tepi bajunya dan mengusap air mata sang putri yang sangat sedih karena ditinggal kakaknya. Di mana tahun lalu ditinggal sang Bunda, dan sekarang kehilangan sosok seorang kakak yang ia cintai dan setelah ini Fatimah akan kehilangan.. kehilangan.. dan kehilangan.

Walaupun terasa berat hati melepas, tapi Rasulullah tetap sabar, dan mengajarkan pada Fatimah tentang arti sebuah kesabaran. Setelah 6 bulan perginya Rugayyah, Rasulullah Saw. menikahkan Sayyidina Ustman dengan Sayyidatuna Ummu Kultsum. Yang mana Ummu Kultsum mengantikan peran Ruqayyah, dan selalu terlintas di benaknya gambaran Ruqayyah.

Rasulullah Saw, sangat mencintai Sayyidina Ustman, bahkan Rasulullah Saw. bersabda “Jika aku memiliki putri ketiga, maka aku akan nikahkan dengan Ustman.” Ini semua karena cintanya pada Sayyidina Ustman.

Oleh sebab itu, Sayyidina Utsman memiliki dua cahaya, karena Sayyidina Ustman menjadi suami dari dua putri Rasulullah Saw.. Putri beliau Saw. adalah sebuah cahaya, dengan begitu Sayyidina Ustman dijuluki dengan Dzun-Nurain (Si Pemilik Dua Cahaya). Beginilah keadaan dalam rumah tangga Rasulullah dan sayyidatuna Fatimah penuh perjuangan dan ketabahan.

Peperangan Uhud telah di depan mata, di peperangan kali ini Sayyydatuna Fatimah juga turut ikut serta bersama sang ayah. Di peperang tersebut terjadi perpecahan di barisan muslimin, keadaan sangat memprihatinkan. Pertahanan muslimin menjadi kacau balau semua, orang kafir menujukkan pandangan dan serangannya pada Rasulullah. Keadaan semakin gawat, Rasulullah tetap bertahan dan menepis serangan yang bertubi-tubi, sehingga tanpa di sadari Nabi Saw. terpeleset ke dalam lubak. Tubuh beliau Saw. luka-luka dan letih, tiba-tiba si celaka Ibnu Gom’ah memanfaatkan kesempatan tersebut dan melempar beliau dengan batu.

Lemparan batu tersebut menyebabkan dahi yang sangat mulia, dahi yang telah menembus langit pecah akibat kerasnya hantaman, serta menyebabkan gigi graham beliau patah, topi perang beliau yang terbuat dari besi menusuk pipi beliau, yang menyebabkan darah keluar dengan deras dari wajah indah beliau.

Melihat keadaaan yang sangat memilukan tersebut, dengan segera Malik bin Sinan menghisap darah dari wajah Nabi Saw. yang telah berlumuran darah. Akan tetapi, darah di wajah beliau tetap mengalir. Maka para sahabat membopong Rasulullah naik ke Gunung Uhud.

Sayyidatuna Fatimah juga ikut serta dalam peperangan kali ini, yang mana Sayyidah Fatimah juga terkadang ikut serta dalam peperangan di jalan Allah beserta ayah juga suaminya, membantu dalam mengobati orang yang sakit, juga menyiapkan air, serta minuman juga makanan. Ketika para sahabat membawa Rasulullah ke tempat Sayyidah Fatimah dalam keadaan luka-luka, dan wajah yang berlumuran darah.

Melihat keadaan sang ayah Sayyidatuna Fatimah menangis. Coba bayangkan, darah mengalir dari wajah siapa? Keluar dari wajah yang paling bercahaya, wajah yang paling agung di sisi Allah, yaitu wajah yang telah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an. (Sesungguhnya kami {sering} melihat wajahmu mendongak ke langit, maka kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai, Al-Baqarah:144 )

Wajah yang mulia inilah, yang karenanya Allah menjadikan Ka’bah sebagai qiblat bagi kaum muslimim, yang mana tidak ada wajah yang semulia dan seagung wajah ini, wajah yang lebih indah dari bulan purnama, wajah yang sangat agung dan mulia, wajah yang dapat menghilangkan segala kesumpekan bagi para pemandangnya. Yang mana memandangnya adalah sesuatu yang teramat sangat ni’mat, dan indah bagi para sahabat.

Kini, wajah yang sangat indah tersebut mengalirkan darah dari dahinya, dari pipinya, juga dari gusinya. Ketika dibawa ke atas gunung, yang merawat dan yang mengobatinya adalah Sayyidatuna Fatimah.

Sayyidatuna Fatimah dengan segera mencuci wajah sang ayah dengan air. Akan tetapi, setiap kali selesai mencucinya darah dari wajah sang Nabi tetap mengalir. Kemudian Sayyidatuna Fatimah mengambil sedit potongan tikar dan membakarnya, kemudian mengambil abunya dan meletakkan di tempat keluarnya darah. Abu tersebut menjadikan darah di wajah Rasulullah Saw. sedikit demi sedikit berhenti. Di samping itu, Sayyidatuna Fatimah tetap menangis, karena rasa kasih sayang terhadap sang ayah.

Suatu hari, seperti biasanya Rasulullah selalu keluar masuk rumah Fatimah. Tapi kali ini Rasulullah menemukan keganjalan di rumah Sayyidah Fatimah. Rasulullah tahu bahwa telah terjadi perselisihan faham antara Sayyidah Fatimahdengan suaminya. Rasulullah sangat ingin mendamaikan mereka berdua.

Maka Nabi pun memangil mereka berdua, seraya menarik tangan Sayyidina Ali, dan meletakannya di perut Rasulullah. Dan mengambil tangan Sayyidah Faatimah, untuk di telakkan di perut beliau Saw.. Rasulullah Saw. tetap menahan tangan mereka berdua, sampai hilang pertikaian mereka dan kembali damai.

Perselisian faham seperti ini adalah hal yang wajar terjadi pada manusia. Akan tetapi, selagi rasa cinta dan menghormati ada, maka perselisian tersebut pasti akan cepat reda. Terlebih jika timbul perselisian yang terjadi di lingkupan rumah tangga yang diselimuti rasa takwa dan ketaatan.

Suatu hari Nabi Saw. mendengar bahwa telah terjadi perselisihan faham antara suami istri yang mulia ini. Maka Rasulullah dengan segera menuju rumah Sayyidatuna Fatimah. Dengan wajah yang penuh kerisauan dan kesumpekan. Para sahabat heran melihat apa yang terjadi, sehingga memberikan bekas di wajah Rasulullah Saw.. Rasulullah pun masuk ke rumah mereka berdua, dan berdiam lama di rumah Sayyidah Fatimah. Para sahabat pun menunggu Nabi Saw. dengan perasaan penuh kerisauan.

Tak lama kemudian, Rasullah Saw. keluar dari rumah Sayyidah Fatimah dengan wajah yang berseri-seri, dan tampak bekas kebahagian yang muncul di wajah sang Nabi Saw.. Melihat hal tersebut, sebagian sahabat bertanya atas keadaan yang mengherankan tersebut. Masuk dengan rasa gunduh dan risau, kemudian keluar dengan wajah yang sangat berseri-seri. Nabi Saw. menjawab :”Bagaimana aku tidak gembira? Karena aku telah mendamaikan antara dua orang yang paling aku cintai.

Sekali waktu Rasulullah Saw. mendatangi rumah Sayyidah Fatimah dan melihat perubahan di wajah sang putri tercinta. Maka Nabi berkata “Wahai Fatimah, di mana suamimu?”

Sayyidah Fatimah menjawab “Aku tak tahu.”

Nabi Saw. bertanya “Apakah telah terjadi sesuatu di antara kalian berdua?”

Sayyidah Fatimah menjawab “Wahai ayahku, Ali telah berlaku begini dan begini.”

Sayyidatuna Fatimah terus mengadu, maka Nabi Saw. mencari Sayyidina Ali dan akhirnya menemukanya di dalam masjid dalam keadaan tidur. Nampaknya Sayyidina Ali keluar dari rumah untuk menjauhi pertikaian dengan Sayyidatuna Fatimah dan meredakan masalah, kemudian kembali. Rasulullah Saw. menemukan Sayyidina Ali sedang tidur dan tubuhnya dipenuhi debu karena hembusan angin. Maka Rasulullah mengerakkan Sayyidina Ali dengan kakinya dab berkata “Bangun, bangun wahai “Abat Turab” (Bapaknya Debu), bagun wahai “Aba Turab”.

Maka Sayyidina Ali pun bangun, dan Nabi Saw. menggandeng tangan Sayyidina Ali dan membawanya kembali ke rumah Sayyidatuna Fatimah, dan mendamaikan mereka berdua. Kemudian Sayyidina Ali berkata “Demi Allah, setelah hari ini aku tidak akan membuatmu marah selamanya wahai Fatimah.”

Beginilah kehidupan rumah tangga mereka berdua, penuh dengan kasih sayang. Sayyidina Ali berlemah lembut dengan Sayyidatuna Fatimah, dan begitu juga Sayyidatuna Fatimah terhadap sang suami. Sampai sampai, suatu hari ketika Sayyidina Ali masuk ke rumah melihat Sayyidatuna Fatimah memakai siwak sebelum sholat, bercanda dengan senyuman, dan melantunkan syair:

* Beruntung sekali engkau wahai kayu siwak telah menyentuh gusinya

* Apakah kau tidak takut wahai siwak karena aku telah melihatmu

* Kalau sampai engkau mungkin dibunuh, pasti kan ku bunuh engkau

* Ketahuilah wahai siwak, tidak ada yang selamat dari aku selain engkau

Beginilah keseharian rumah tanggah Sayyidina Ali dalam berbagi kasih dengan istri tercinta. Selang waktu setelah berlangsung pernikahan yang harmonis tersebut, yang kira-kira berlangsung mendekati setahun, di mana tepatnya di pertengahan Ramadhan di tahun ketiga setelah hijrah, Sayyidatuna Fatimah mendapat anugrah bayi laki-laki.

Yang mana wajah sang bayi adalah wajah yang paling mirirp dengan wajah sang Nabi Saw. setelah ibunya. Kabar pun sampai pada Rasulullah Saw.. Maka dengan segera Rasulullah aw. mendatangi dan menggendong sang bayi. Kemudian Rasullah Saw. mengumandangkan lafadz adzan di telingga kanan dan iqamat di telingga kiri bayi. Nabi pun mengusap seluruh tubuh sang bayi dan mendoakannya, seraya bertanya pada Sayyidina Ali “Kau beri nama siapa wahai Ali?”

Sayyidina Ali menjawab “Ku beri nama Hareb (Si jago perang)”

Rasulullah berkata “Bukan, akan tetapi namanya Hasan wahai Ali.” Maka Nabi Saw. memberinya nama Hasan.

Tidaklah berlalu setahun kecuali telah dilahikannya Sayyidina Husain, yang mana kedua bayi tersebut adalah jantung hati Rasullah Saw. dan penggembiranya. Sayyidatuna Fatimah pun semakin gembira dan bahagia, karena dengan berkat kedua bayi tersebut semakin sering mengundang kehadiran dan semakin membuat gembira serta bahagia Rasulullah Saw.

Terkadang Rasulullah Saw. ketika masuk ke rumah Fatimah dan berebahan, Sayyidina Hasan menaiki dada Rasulullah Saw. dan Sayyidina Husain menaiki punggungnya. Kedua bayi tersebut bermain-main di tubuh Rasulullah, dan Nabi pun juga bermain dengan Si Jantung Hati.

Bahkan, terkadang ketika Nabi Saw. sedang mengendongnya, masuk Anas bin Malik (pembantu Nabi) menemukan Rasulullah sedang berjalan menggunakan kedua lutunya dan kedua tangannya, sedangkan Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain berada di punggungnya. Melihat hal tersebut, Anas berkata “Wahai Hasan dan Husain, alangkah agungnya kendaraan kalian.”

Nabi Saw. berkata “Sebaik-baiknya penunggang adalah mereka berdua.”

Suatu hari, masuk Sayyidina Anas ke rumah Sayyidah Fatimah. Yang mana Sayyidina Anas pada waktu itu masih kecil. Ketika masuk menemukan Rasulullah dan Sayyidina Ali sedang tidur, dan Sayyidatuna Fatimah membersikan rumah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain sedang bermain-main. Kemudian, Rasulullah Saw. berkata pada Sayyidina Anas “Wahai Anas, aku dan ini (mengisyarakan pada Sayyidatuna Fatimah), dan orang yang tidur itu (Sayyidina Ali), serta dua anak ini (Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain), nanti di akhirat berada di tempat yang sama.”

Mereka inilah yang disebut dengan sebutan Ahlul Kisa’, yang telah diselimuti oleh Rasulullah dengan surban (kisa’) beliau. Ummu Salamah (istri Nabi Saw.) menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. berada di kamarnya, beliau berkata “Panggil Fatimah dan Ali beserta kedua anaknya.”

Kemudian Nabi Saw. memangku Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain, dan menyuruh Sayyidatuna Fatimah berada di sebelah kanan, dan Sayyidina Ali berada di sebelah kiri Nabi Saw.. Kemudian Nabi Saw. menyelimuti mereka semua dengan surban (kisa’) beliau seraya berdoa

“Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah keluargaku. Ya Allah, bersihkanlah kotoran mereka dan sucikan mereka dengan sesuci sucinya.” Dalam riwayat yang lain, malaikat Jibril turun dan memasukkan kepalanya ke dalam selendang bersama mereka.

Melihat apa yang dilakukan Rasulullah pada keluarganya, Ummu Salamah bertanya “Wahai Rasulullah, bukankan aku juga keluargamu?”

Rasulullah menjawab “Sesungguhnya engkau telah diliputi kebaikaAn wahai Ummi Salamah, sedangkan mereka mendapat kekhususan dengan selimut (kisa’) ini, oleh karena itu mereka mendapat julukan Ahlul Kisa’. Merekalah pemilik kemuliaan dan martabat yang tinggi, dan merekalah yang akan berada dalam suatu tempat yang sama nantinya, menjadi teman duduk kekasih Allah yang mulia ini.”

Walaupun dalam kedudukan yang mulia ini, Rasulullah Saw. tetap mendidik dan memperhatikan Sayyidatuna Fatimah agar selalu meminta kedudukan dan derajat yang tinggi, selalu memberikan pendidikan-pendidikan yang mengangkatnya pada derajat yang tinggi.

Suatu hari Rasulullah Saw. ketika duduk dengan para sahabat memberikan suatu pertanyaan yang membuat semua sahabat terdiam, tidak bisa menjawabnya. Pertanyaan tersebut yaitu “Apakah yang terbaik bagi seorang wanita?”

Sayyidina Ali pulang ke rumah dengan penuh tanya, kemudian Sayyidina Ali berkata pada Sayyidatuna Fatimah “Wahai Fatimah, sesungguhnya ayahmu hari ini memberi pada kami pertanyaan yang membuat kita semua terdiam.”

Sayyidah Fatimah bertanya “Soal apa yang ayahku berikan padamu?”

Sayyidina Ali menjawab “Apakah yang terbaik bagi seorang wanita?”

Sayyidah Fatimah berkata “Yang paling baik untuk wanita adalah ia tidak pernah memandang laki-laki, dan ia tidak pernah dipandang oleh laki-laki.”

Dengan segera Sayyidina Ali menuju rumah Rasulullah Saw. untuk memberikan jawaban yang keluar dari Sayyidatuna Fatimah. Mendengar jawaban tersebut, Nabi Saw. gembira atas kecerdasan dan kepintaran Sang Putri, seraya Nabi mendoakan “Keturunan yang dipenuhi berkah.” Kemudian Nabi Saw. berkata “Fatimah adalah bagian dariku.”.

Suatu hari Rasulullah Saw. seperti biasanya mendatangi rumah Sayyidah Fatimah. Ketika sampai di pintu rumah, dan memegang dua cagak pintu, ternyata Nabi Saw. melihat tirai yang menutupi pintu rumah sebagai hiasan pintu. Maka Nabi Saw. tak jadi masuk dan segera kembali.

Melihat hal tersebut, Sayyidina Ali menyusul Rasulullah Saw. dan berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya putrimu Fatimah merasa berat hati melihatmu datang ke rumah, tak berkenan masuk dan segera kembali.”

Rasulullah berkata “Bagaimana tidak? Sedangkan kalian memiliki dunia.”

Dalam pandangan Rasulullah Saw., tirai yang amat tipis tersebut adalah termasuk kemegahan dunia, dan Rasulullah tidak ridha sedikitpun jika putrinya Fatimah mengambil bagian dari kemegahan dunia. Tapi Sang Ayah mengharap putrinya meraih derajat yang tinggi dalam maqam zuhud dan wara’, serta sederhana di dunia ini. Kemudian Sayyidatuna Fatimah berkata “Wahai suamiku, tanyakan pada ayahku apa yang harus ku lakukan??

Kemudian Sayyidina Ali mendatangi Rasulullah dan berkata “Wahai Rasulullah, putrimu Fatimah bertanya apa yang harus ia lakukan dengan tirai tersebut?”

Rasulullah Saw. menjawab “Suruh Fatimah memberikannya pada satu keluarga Qabilah Fulan.”

Maka dengan segera Sayyidituna Fatimah melepas tirai yang merekat di pintu rumahnya dan mensadaqahkannya sebagai mana isyarat dari Rasulullah Saw.. Rasulullah Saw. sangat menekankan pada Sayyidatuna Fatimah, dalam hal berpakaian beliau Saw. memerintahkan agar Sayyidatuna Fatimah memanjangkan bagian belakang abayanya hingga setengah meter, yaitu bagian bawah gamisnya setengah meter sehingga tertutup dengan sempurna.

Suatu hari Rasulullah Saw. berkata pada putrinya, Sayyidah Fatimah :”Wahai putriku, apa yang menghalangimu untuk mendengarkan wasiatku yang berbentuk doa padamu?”

Rasulullah Saw. telah mewasiatkan pada Sayyidah Fatimah sebuah doa dan beliau juga memperhatikan Sayyidah Fatimah. Ketika Rasulullah Saw. melihat Sayyidatun Fatimah tidak mengulang-ulang doa tersebut, Rasulullah SAW berkata “Wahai putriku Fatimah, apa yang mencegahmu untuk selalu menghiasi lisanmu agar selalu biasa dalam berdzikir?”

Rasulullah Saw. ingin sang putri tidak merasa lelah dan bosan dalam berdzikir.

Nabi Saw. berkata “Apa yang mencegahmu untuk mendengarkan wasiatku dari doa: Katakanlah “Yaa Hayyu Ya Qayyum birahmatika astaqits aslihly sya’ny kullih wa la takilni ila nafsi tharfata ‘ainin”?”

Ini adalah doa yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw. pada putrinya Sayyidah Fatimah. Maka sepatutnya bagi setiap muslim dan muslimat agar selalu menjaganya dan mengulanginya serta jangan sampai melupakannya atau bahkan meninggalkanya. Karena ini adalah wasiat Al-Musthafa Saw. pada Al-Batuul putrinya yang tercinta. Sebuah wasiat pribadi yang dikhususkan pada keluarganya. Maka sepatutnya kita tidak meninggalkanya dalam keseharian kita baik di waktu pagi hari atau sore hari. Jangan kalian lupa selamanya terutama untuk membacanya setelah shalat shubuh.

Suatu hari Rasulullah Saw. lewat di depan rumah Sayyidah Fatimah, sedang Sayyidah Fatimah saat itu dalam keadaan yang sangat letih karena pada malamnya Sayyidah Fatimah merawat anak-anak beliau. Yang ini menangis, yang ini membangunkannya, beliau juga letih karena membereskan rumah.

Setelah semalaman begadang dan terasa sangat letih, maka Sayyidatuna Fatimah setelah Shalat Shubuh langsung berbaring oleh karena kecapekannya. Ketika masuk, Rasulullah Saw. menemukan sang putri dalam keadaan tidur sebelum masuk Isyrak. Yang mana termasuk Sunnah Rasulullah Saw. duduk setelah Shala Shubuh sampai Israk untuk beribadah. Maka Nabi Saw. berkata, “Wahai Putriku, Fatimah, bangunlah!” Nabi Saw. pun menggerakkan Sayyidah Fatimah dengan kaki beliau. Mungkin terlintas di benak kita, “Bagaimana tega Rasulullah Saw., bukankan beliau penuh rahmat?”

Tapi orang zaman sekarang atau mungkin salah satu dari kita, ketika melihat anak kita atau putri kita tidur, tidak shalat Shubuh yang mana itu Shalat Fardhu, kita berkata “Biarkan.. Biarkan.. Jangan dibangunkan, kasihan, dia capek!”.

Akan tetapi Rasululllah Saw. tidak ingin jika putrinya, Sayyidah Fatimah menyia-nyiakan sunnahnya. Maka Nabi Saw. pun membangunkan Sayyidatuna Fatimah dengan kakinya. Rasulullah Saw. tahu bahwa putrinya dalam keadaan lelah, akan tetapi beliau ingin Sayyidah Fatimah mendapat bagian dari akhirat dengan sempurna dan derajat yang tinggi.

Rasulullah Saw. berkata, “Wahai Fatimah, bangunlah. Saksikanlah rezeki Tuhanmu dibagikan kepada semua makhluq-Nya dari setelah Shubuh sampai munculnya matahari.” Maka Nabi Saw. pun membangunkannya.

Suatu hari, Rasulullah Saw. masuk ke rumah Sayyidah Fatimah atau Sayyidah Fatimah yang datang ke rumah Rasulullah Saw., sedang di leher Sayyidah Fatimah terdapat kalung emas. Melihat hal tersebut wajah Rasulullalah Saw. berubah dan berkata, “Wahai putriku, Fatimah, jangan sampai kau tertipu jika seorang menyatakan Fatimah adalah putri Muhammad, sedangkan engkau memakai pakaian penguasa yang durhaka”.

Tidaklah Rasulullah Saw. selesai berkata kecuali Sayyidah Fatimah telah melepas kalungnya, kemudian Sayyidah Fatimah segera keluar dan menjualnya, dan membeli budak dari hasil uang penjualannya. Kemudian Nabi Saw. bertanya, “Apa yang kau lakukan dengan kalungmu, Wahai Fatimah?” Sayyidah Fatimah menjawab, “Aku telah menjualnya wahai Rasulullah, dan aku belanjakan untuk membeli seorang budak, kemudian aku bebaskan dia.”

Mendengar hal itu wajah Rasulullah Saw. berseri-seri, dan tampak wajah Nabi Saw. sangat gembira. Yang mana wajah Sang Nabi jika sedang bergembira seolah-olah sang rembulan dan matahari menari-nari di kening beliau. Jika bergembira, tampak cahaya yang memancar dari wajah beliau Saw.

Jika Rasulullah Saw. dalam keadaan senang dengan seseorang, wajah beliau sangat cerah sebagaimana halnya kecerahan wajah beliau jika sedang gembira sebab putrinya, SayyidahFathimah. Di mana tidak ada dalam hati Rasulullah Saw. yang lebih cintai dari Sayyidah Fatimah.

Rasulullah Saw. pernah berkata, “Wahai Putriku Fatimah, sabarlah atas pahitnya dunia untuk mendapatkan kenikmatan akhirat nanti.”

Di suatu hari, Rasulullah Saw. melihat Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain memakai perak, maka wajah Nabi Saw. berubah. Melihat hal tersebut, tanpa bicara Sayyidah Fatimah memahami kehendak ayahnya. Di mana Sayyidatuna Fatimah sangat faham dengan gerak-gerik sang ayah. Dengan segera Sayyidatuna Fatimah menarik Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain, mengambil perak yang mereka pakai dan segera menshadaqahkannya.

Kemudian, ternyata kembali terpancar cahaya yang indah dari wajah Sang Nabi Saw., karena gembira dan mengetahui bahwa putrinya telah menyatu dengannya dan memahami kehendaknya tanpa harus memberi kata-kata atau mengajarkan dengan berulang kali. Beginilah cara Rasulullah Saw. mendidik putrinya.

Suatu hari, Rasulullah Saw. keluar menghadiri jenazah seorang muslim, ketika kembali dari ta’ziyah seorang sahabat berkata, yang meriwayatkan hadits ini, sebagaimana disebutkan dalam Musnad Ahmad: Ketika kembali, ternyata terdapat seorang perempuan sedang berdiri di pintu, yang mana kita semua tidak mengetahui siapa wanita tersebut. Oleh karena itu, para ulama berkata bahwa Sayyidatuna Fatimah berpakaian dengan menggunakan hijab yang sempurna sehingga tidak dapat terlihat wajahnya. Para sahabat berkata, “Kita tidak mengetahui siapa wanita itu, tapi ketika hampir dekat, Rasululllah Saw. berkata, ‘Datang dari mana engkau Wahai Fatimah?’

Ternyata wanita itu adalah Sayyidah Fatimah putri Nabi Saw.. Rasulullah Saw. benar-benar mengenalnya. Lalu Sayyidah Fatimah menjawab, “Wahai Rasulullah Saw., aku baru datang dari keluarga si mayyit untuk mengucapkan belasungkawa serta mendoakan si mayyit.” Rasulullah Saw. pun sangat senang melihat putrinya menunaikan hak orang muslim, berlapang dada serta memperhatikan hajat-hajat mereka.

Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain sakit, sakit mereka berdua semakin berat. Melihat keadaan kedua anaknya yang begitu menyedihkan, maka Sayyidina Ali dan Sayyidatuna Fatimah bernadzar, jika kedua anaknya disembuhkan, mereka akan berpuasa tiga hari sebagai rasa syukur mereka kepada Allah. Mereka berdua pun mendapat kesembuhan dari Allah. Sayyidina Ali dan Sayyidatuna Fatimah melaksanakan nadzar mereka, yaitu puasa tiga hari.

Sayyidina Ali keluar mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk berbuka puasa, ketika matahari tenggelam nanti, karena di rumah tidak ada makanan apapun. Mendekati waktu tenggelamnya matahari, Sayyidina Ali mendatangi salah satu rumah Yahudi untuk mengambil hutang Gandum. Kira-kira dengan timbangan sekarang setara dengan 8 Kg. Maka Sayyidatuna Fatimah pun menggiling dan mengolahnya untuk dijadikan roti sebagai makanan berbuka puasa. Ketika menjelang waktu berbuka puasa, datang seorang miskin mengetuk pintu. Sayyidina Ali pun masuk ke dapur dan menanyakan, “Wahai Fatimah, apa yang akan kita lakukan kepada seorang miskin di depan pintu?”.

Sayyidatuna Fatimah menjawab, “Berikan saja makanan kita kepadanya.” Mereka pun memberikan satu-satunya makanan yang siap dihidangkan, sehingga hari ini mereka hanya berbuka dengan tegukan air putih.

Subhanallaah…!!

Kita melihat bagaimana mereka sampai pada pendidikan yang agung ini, mereka mendahulukan kepentingan orang lain walaupun mereka harus menderita.

Di hari kedua puasa mereka, ketika ingin berbuka ternyata datang anak yatim mengetuk pintu. Mereka pun memberikan jatah buka mereka kepada Yatim.

Pada hari ketiga, datang seorang tawanan yang kelaparan, mereka pun memberikan makanan mereka. Yang mana pesan Rasululllah Saw. menekankan kepada mereka untuk menjalin keluarga yang indah dan baik.

Di hari ketiga ini, keadaan mereka sangat memperihatinkan. Sampai kosong atau kurus perut Sayyidah Fatimah. Sampai dikatakan bahwa perut beliau menempel pada punggungnya, dari sangatnya lapar yang di tahan. Tampak wajah beliau pucat dan tubuh Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain keluar rumah dalam keadaan sempoyongan karena terlalu lapar.

Pada saat itu Rasulullah Saw. berada dalam masjid, beliau melihat Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain berjalan dengan sempoyongan sampai salah satu dari mereka terjatuh, kemudian bangun lagi. Ini karena mereka sangat lapar. Mengetahui hal ini, Rasulullah Saw. sangat tersentuh, maka dengan segera beliau Saw. keluar dari masjid dan membawa makanan ke rumah Sayyidah Fatimah. Bahkan Allah menurunkan ayat dalam memuji rumah tangga ini.

Allaahu Akbar..!!

Alangkah agungnya..!!

Sehingga Allah memujinya dan mengagungkannya. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman, (yang maksudnya): “Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata dimana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang di tawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut (adzab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” (al-Insan: 7-10).

Inilah sifat mereka, lalu apa yang mereka dapat dari Tuhan mereka dan dengan apa Tuhan mereka membalasnya?

Allah Swt. berfirman sebagai balasan bagi mereka (yang maksudnya): “Maka Tuhan mereka memelihara mereka dari kesusahan hari itu dan memberikan kepada mereka kejernihan wajah dan kegembiraan hati.” (al-Insan: 11) sampai pada akhir ayat yang masyhur ini di Surat al-Insan.

Allah memuji mereka, serta Allah memuja sifat mereka yang lebih mementingkan orang lain, mereka mencapai derajat yang sangat agung dan tinggi dalam sifat Itsar (mementingkan kepentingan orang lain atas kepentingannya), menembus kedudukan yang tinggi dalam bermuamalah kepada Tuhannya.

Akan tetapi, jika kita tahu bahwa ini adalah hasil dari didikan Nabi Muhammad Saw., maka kita tidak heran, sebagaimana dikatakan: “Jika telah di ketahui sebabnya maka hilanglah rasa heran.” Karena yang mendidik mereka adalah didikan Tuhannya.

Nabi Saw. bersabda, “Aku dididik Tuhanku dengan sebaik-baik didikan.” Maka tidak heran jika Sayyidah Fatimah adalah manusia yang paling menyerupai Rasulullah Saw. dari segi perangai sifat dan tingkah laku. Oleh karena itu, tidak heran jika Sayyidah Fatimah memiliki akhlaq yang luhur ini.

Suatu hari Sayyidah Fatimah dalam keadaan lapar, sedangkan ia hanya memiliki sepotong roti. Ketika ia ingin memakannya, ia teringat pada sang ayah. Maka dengan segera Sayyidatuna Fatimah keluar menuju ayahnya dan memberikan kepada Sang Nabi Saw. roti tersebut. Nabi pun gembira seraya berkata, “Wahai Fathimah, ketahuilah bahwa dalam tiga hari, roti inilah makanan yang pertama masuk ke mulut ayahmu. Ini adalah makanan yang pertama aku rasakan sejak tiga hari yang lalu.”

Subhanallaaah..!!

Kita lihat, bagaimana Sayyidah Fatimah merasakan kepedihan sang ayah, juga kelaparannya, beliau mampu merasakan kepedihan jika sang ayah merasa pedih.

Suatu hari, Rasulullah Saw. keluar disertai oleh Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar, di mana mereka semua keluar dalam keadaan lapar. Mereka pun mendapati seorang Anshar bernama Abu Taihan yang menjamu mereka dan menghidangkan daging dan kurma. Setelah mereka makan, Rasulullah Saw. mengambil sedikit dari sisa makanan tersebut dan membungkusnya, Rasulullah Saw berkata, “Ambillah ini dan kirimkan ke rumah Fatimah, karena aku bersumpah Demi Dzat Yang Kehidupanku di Tangan-Nya, sesungguhnya putriku Fatimah sudah tiga hari tidak ada sedikit pun makanan masuk ke perutnya.”

Kita lihat, ini adalah pemimpin para wanita seluruh alam. Pemimpin wanita di surga. Jika para wanita mendapat kemuliaan masuk surga, ketahuilah bahwa pemimpin anda adalah Sayyidatuna Fatimah. Dan ia juga pemimpin dan panutan para wanita di dunia. Sebagaimana telah disabdakan Nabi Saw.

Kita lihat, pemimpin dan panutan para wanita yang sangat mulia ini, berlalu tiga hari sedang perutnya tidak kemasukan sedikitpun makanan, beliau lebih mementingkan ayahnya, lebih mementingkan anak-anak yatim dan miskin, lebih mementingkan tawanan, lalu ke mana kita dari akhlaq yang mulia ini? Ke mana kita dari sifat sidiq dalam menjalankan hak-hak Allah serta hak-hak saudara-saudara sesama muslim??

Sayyidatuna Fatimah sakit, maka ketika Rasulullah keluar dari masjid bersama para sahabatnya, datanglah kabar yang mengatakan “Tidakkah kau menjenguk putrimu yang sedang sakit?” Maka Rasulullah Saw. pun dengan segera mendatangi rumah Sayyidah Fatimah dan masuk.

Ketika melihat sang ayah datang, Sayyidah Fatimah bangun mencium kening sang ayah dan Rasulullah mencium kening sang putri tercinta, seraya bertanya, “Sakit apa yang kau rasakan wahai Putriku?”

Sayyidah Fatimah mengadukan rasa sakit yang dideritanya, juga sakit pada punggungnya. Rasulullah Saw. menanamkan terus sifat sabar dan mengingatkan tentang kehidupan di akhirat, serta keagungan juga balasan atau pahala yang telah Allah persiapkan baginya, bahwa ia adalah pemimpin dan panutan wanita di seluruh alam.

Seperti biasa, para Sahabat menunggu kumandang adzan untuk menunaikan Sholat. Suatu hari, Rasulullah Saw. dan para Sahabat menunggu kumandang adzan Sayyidina Bilal. Ternyata Sayyidina Bilal pada hari ini, datang terlambat.

Apakah yang terjadi??

Ketika Sayyidina Bilal masuk ke masjid, Rasulullah Saw. bertanya kepada Sayyidina Bilal “Wahai Bilal, perkara apa yang telah mengakhirkanmu?”

Sayyidina Bilal menjawab, “Wahai Rasulullah Saw., aku melewati rumah Fatimah dan aku temukan dua anak kecil menangis sedangkan Fatimah sedang menggiling gandum. Maka ku katakan, ‘Wahai Putri Rasulullah Saw., izinkan aku menenangkan anak-anakmu atau aku membantumu dalam menggiling gandum?’ Fatimah berkata, “Masalah anak, aku lebih rahmat pada mereka’.”

Maka Sayyidah Fatimah pun menenangkan kedua bayi itu, dan Sayyidina Bilal menggilingkan gandum tersebut dan membantu Sayyidah Fatimah. Oleh karena itu, Sayyidina Bilal terlambat. Gembiralah Nabi Saw. atas apa yang telah dilakukan oleh Sayyidina Bilal. Nabi Saw. mendoakan Sayyidina Bilal, “Mudah-mudahan Allah merahmatimu sebagaimana kau merahmati Fatimah.” Maka Nabi Saw. sangat senang.

Sang Zahra telah di tinggal sang bunda juga semua saudari-saudarinya. Dan, hari ini ia kehilangan kekasih tercinta ini, Al-Habib Shallallahu ‘Alayh Wa Sallam. Bagaimana ia bisa hidup setelah ia ditinggal pergi.? Hatinya kini tercabik-cabik dan terbakar oleh api kerinduan.

Ketika Rasulullah Saw. meninggal, Sayyidah Fatimah menangis dan mensifatkannya dengan berkata kepada Sayyidina Anas Ra. ketika kembali dari penguburan Rasulullah Saw. dalam keadaan dipenuhi debu.

Melihat hal tersebut, Sayyidah Fatimah berkata, “Wahai Anas, apa yang telah kau lakukan? Sayyidina Anas menjawab, “Kami baru saja menguburkan Rasulullah Saw..”

Sayyidatuna Fatimah bertanya lagi, “Apakah kalian senang wahai Anas, telah menaburkan debu atas Rasulullah Saw.?”

Sayyidina Anas pun berkata, “Demi Allah, wahai putri Rasulillah, kami tidak sadar atas apa yang telah kami lakukan. Tidaklah kami meletakkan dan selesai menguburkan kecuali kami baru sadar dan menyesali atas apa yang kami lakukan.”

Sayyidatuna Fatimah berusaha menghimpun seluruh perasaannya yang tercabik-cabik. Ia berusaha berjuang dengan melangkah yang teramat berat untuk mendekati kuburan ayahandanya tercinta, Rasulullah Shallallahu ‘Alayh Wa Sallam. Setelah berada di sisinya, ia menggenggam sekepal tanah dari kuburan itu untuk didekatkannya ke matanya yang sembab karena banyaknya menangis. Lalu menciuminya dan berkata dengan lirih:

“Kemuliaan apakah yang dapat menandingi orang yang mencium tanah Ahmad? Sepanjang kehidupannya, takkan pernah ia dapatkan lagi kemuliaan yang semisalnya. Aku telah tertimpa musibah, yang mana jika tertimpa pada terangnya hari akan merubahnya menjadi gelapnya malam.”

Kemudian Sayyidah Fatimah melantunukan,”Langit pun dipenuhi debu. Sang matahari pun tergelincir.Seluruh jagat dipenuhi kegelapan. Dan bumi menjadi berduka setelah perginya Sang Nabi. Sebagai bukti penyesalan atas banyaknya goncangan musibah, maka menangislah wahai penduduk timur dan barat. Dan menangislah engkau wahai Kaum Mudhar dan Yamani. Wahai penutup para Rasul, yang cahayamu penuh keberkahan, Semoga Shalawat serta Salam Sang penurun Al-Qur’an selalu menyertaimu.”.

Sayyidah Fatimah pun tertimpa kesusahan yang tidak pernah dirasakan oleh orang lain. Wajah cantiknya tidak lagi menampakkan senyum manis sama sekali setelah kepergian sang ayah. Yang mana Sayyidah Fatimah sangat murah senyum sebagaimana ayahnya Shallallahu ‘Alayh Wa Sallam. Akan tetapi, sepeninggal ayahnya senyum itu tak pernah tampak lagi. Sakit Sayyidatuna Fatimah bertambah berat, jantungnya terasa tercincang-cincang, hatinya terbakar oleh rindu kepada Rasulullah Saw.. Yang mana Sayyidah Fatimah masih sangat muda di umurnya yang ke-29. Akan tetapi, di umur yang sangat muda ini, berapa banyak beliau mengemban beban? Berapa banyak beliau telah bersabar.

Mengemban beban rasa pahit sejak umur lima tahun. Di umur itu ia mulai bermujahadah, ia mulai mengemban beban yang berat, mendapat kesusahan. Berapa banyak pahitnya kehidupan yang ia rasakan dengan penuh kesabaran??

Setelah kepergian sang ayah, tidak ada sedikit pun dalam hati Sayyidatuna Fatimah keinginan untuk tetap berada di dunia. Yang mana ia juga telah mendapat kabar gembira bahwa ia adalah anggota keluarga yang pertama kali akan menyusul Sang Ayah Saw.Maka tidaklah lewat enam bulan dari wafatnya Rasulullah Saw., kecuali sakit yang diderita Sayyidatuna Fatimah semakin parah. Sayyidatuna Fatimah terkapar di tempat tidurnya.

Terdengar tangisan Sang Bunga di tengah hembusan angin dan di gelapnya malam. Melihat hal itu, Sayyidatuna Asma berseru, “Wahai putri Rasulullah Saw., hal apa yang telah membuatmu menangis?”

Sayyidatuna Fatimah menjawab, “Aku menangis karena merasa sedih atas apa-apa yang dilakukan orang-orang terhadap jenazah seorang wanita. Hanya terbungkus kain kafan lalu di bawanya dalam keadaan tampak bentuk tubuhnya.”

Sayyidatuna Asma pun berkata, “Subhanallah, sangat agung sekali ayahmu dalam mendidikmu dengan rasa malu yang sangat kuat. Kau malu jika jasadmu nanti terlihat di hadapan laki-laki yang bukan muhrimmu.”

Mari kita lihat, Sayyidatuna Fatimah merasa takut dan sangat malu jika bila beliau telah meninggal nanti hanya di bungkus dengan kain kafan, yang dapat menampakkan bentuk tubuhnya.

Kita lihat, sampai sebegininya Sayyidatuna Fatimah memiliki rasa malu. Lalu mana wanita zaman sekarang? Apakah mereka mendengar akan hal ini? Apakah mereka faham makna dari rasa malu ini.

Wahai para wanita yang telah kehilangan rasa malu, ketahuilah! Sayyidatuna Fatimah sangat takut dan merasa sangat malu jika bentuk tubuhnya tampak walau pun beliau telah terbungkus kain kafan yang berlapis-lapis.

Wahai para wanita yang mengaku cinta kepada Sayyidatuna Fatimah, wahai wanita yang mengaku ingin masuk dalam rombongan Sayyidatuna Fatimah nantinya, coba lihat diri anda di mana dan Sayyidatuna Fatimah di mana? Akankah anda meniru budaya perempuan kafir yang dengan bangga memperlihatkan bentuk tubuhnya di depan laki-laki yang bukan mahramnya, lalu anda tinggalkan budaya agung pemimpin anda? Tanyakan pada hati anda dan resapi!

Sayyidatuna Asma’ berkata, “Wahai putri Rasulullah Saw., aku pernah melihat di negeri Habasyah, mereka membuat keranda yang terbuat dari kayu untuk mayyit atas kadar si mayyit yang di atasnya ditutup kain, yang dapat menutupnya dan berbentuk seperti qubah, sehingga dapat menutup bentuk tubuh si mayyit.”

Mendengar hal ini, Sayyidatuna Fatimah sangat senang, seraya berkata, “Aku wasiatkan kepadamu wahai Asma, untuk membuatkan seperti itu untuk jasadku.” Sayyidah Fatimah sangat senang, kini sang bunga tersenyum.

Kemudian Sayyidatuna Fatimah memanggil Sayyidina Ali ibn Abi Thalib Kw. dan mewasiatkan kepadanya 3 perkara. Sayyidatuna Fatimah berkata, “Wahai suamiku Ali, aku merasa ajalku telah dekat. Sebentar lagi aku akan menyusul ayah dan ibuku.”

Sayyidina Ali pun tersentuh hatinya dengan penuh kesedihan, air mata Sayyidina Ali pun telah menggenang di kelopak matanya, menggenggam tangan Sayyidah Fatimah dan menahan dirinya atas rasa yang sangat menyedihkan dan menyakitkan ini. Yang mana Sayyidina Ali baru saja dipedihkan atas meninggalnya Rasulullah Saw. dan sekarang ditimpa kesedihan atas meninggalnya Sayyidah Fatimah, istri tercinta. Sangat sulit dan berat sekali rasanya di hati Sayyidina Ali, akan tetapi ini semua taqdir dan ketentuan Allah Swt.. Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain pun menangis, kedua bocah kecil ini menangis atas kepergian sang bunda.

Sayyidatuna Fatimah berkata pada Sayyidina Ali, “Aku wasiatkan padamu, jika aku telah meninggal, menikahlah dengan Umamah putri saudariku Zainab.” Setelah meninggal, Sayyidina Ali menikahi Sayyidah Umamah akan tetapi tidak mendapat anugerah satu anak pun.

Sayyidatuna Fatimah sangat menginginkan kedua anaknya ini, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain berada dalam didikan Sayyidatuna Umamah, juga anak-anak perempuannya yaitu Sayyidah Zainab dan Sayyidah Ummu Kultsum.

Yang mana Sayyidatuna Fatimah memiliki dua anak perempuan yang bernama Sayyidah Zainab dan Sayyidah Ummu Kultsum. Seolah-olah Nabi Saw. memberi nama putri-putri Sayyidah Fatimah dengan nama Sayyidah Zainab dan Sayyidah Ummu Kultsum. Yang mana Sayyidatuna Fatimah sering kali mencium kedua putrinya, karena mereka berdua mengingatkan beliau pada kakak-kakaknya. Jika kita kenang mereka para putri-putri Rasulullah Saw., tergetar hati kita. Sungguh rumah tangga yang penuh perjuangan dalam jalan Allah.

Kita lihat sekarang, Sayyidatuna Fatimah tengah dalam sebuah suasana perpisahan. Kemudian ia berkata, “Wahai Ali, jika aku telah meninggal, mandikanlah aku dan jangan sampai ada yang ikut memandikanku selain engkau.” Maka Sayyidina Ali pun memandikan Sayyidatuna Fatimah yang disertai Asma bint Umais, Istri Sayyidina Ja’far (Saudara Sayyidina Ali).

Sayyidatuna Fatimah juga berkata, “Jika kau ingin menguburkan aku, maka kuburkan aku di malam hari.”

Kita lihat, Sayyidatuna Fatimah selalu mencari ketawadhuan. Selalu mencari dan mencintai hal-hal yang menutupi apa yang ada pada dirinya dengan di sertai rasa malu dan rendah hati. Karena ini adalah perangai sang ayah Saw.

Kehidupan sang bunga pun telah habis dan kini saatnya kembali pada Sang Pencipta, juga mendampingi sang ayah Saw.. Sang bunga telah menjalani hidupnya selama 29 tahun. Alangkah agungnya tahun-tahun yang telah ia lalui.

Kita seolah-olah sedang memperbincangkan sebuah abad. Seolah-olah kita memperbincangkan seorang yang memiliki banyak jiwa, akan tetapi ia hanya seorang wanita, yang sabar menahan dan mengemban segala macam kesusahan dan kesediha,n juga dipenuhi perjuangan, dipenuhi ilmu, dipenuhi cahaya, dipenuhi sir. Seorang wanita yang telah meninggalkan sesuatu yang sangat agung bagi ummat ini, ia telah meninggalkan “Ahlu Bait Rasulillah”.

Ia meninggalkan keturunan yang suci. Ia meninggalkan sebuah cahaya dan penerang bagi ummat ini. Ia meninggalkan para petunjuk. Ia meninggalkan para penda’i. Ia meninggalkan para penerang dunia sampai hari ini dengan cahaya mereka. Ini semua adalah berkah Sayyidatuna Fatimah, mereka adalah keturunan dan anak cucu Sayyudah Fatimah. Yang mana mereka telah mendapat doa dari Rasulullah Shallallahu ‘Alayh Wa Sallam agar diberi keturunan yang banyak dan selalu di sertai kebaikan yang menjadi petunjuk bagi orang yang mengharap petunjuk.

Mereka seperti perahu keselamatan milik Nabi Nuh As.. Mereka laksana bintang-bintang yang menjadi petunjuk manusia dalam kesesatan dan kegelapan malam. Mereka adalah penyelamat. Mencintai mereka adalah asas agama ini dan membenci mereka adalah penyebab kekufuran. Mudah-mudahan kita dimjauhkan dari sifat-sifat yang menyebabkan kekufuran.

Hari-hari Sayyidah Fatimah telah selesai dan terputus, akan tetapi keberkahannya tidak sedikit pun berkurang. Kebaikannya tetap kekal, kenangan sejarah kehidupannya tak pernah habis.

Kita telah menceritakan sejarah Az-Zahro Al-Batuul, mudah-mudahan kita semua dapat mengambil faedah dari sejarah tersebut. Mudah-mudahan kita semua bisa mengambil ibrah dan manfaat. Bisa mengambil sebuah pemahaman serta mencicipi dan merasakan apa yang ada di dalamnya yang bisa kita terapkan dalam kehidupan kita dan anak-anak kita serta memberikan manfaat pada kita di dunia dan akhirat.

Yang kita saksikan ini adalah kehidupan Sayyidah Fatimah di dunia, akan tetapi nanti di Hari Qiyamat nanti, sangat agung dan tinggi yang dihiasi kemuliaan dan kehaibaan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Rasulullah Saw., “Jika datang nanti hari Qiamat maka akan ada seruan dari dalam ‘Arsyi: “Wahai semua penduduk Mahsyar, tundukkan kepala-
kepala kalian dan pejamkan mata-mata kalian karena Fatimah putri Muhammad akan segera melewati jembatan Sirath dan akan memasuki Syurga.”.

Mendengar seruan tersebut, seluruh penduduk Mahsyar menundukkan kepala-kepala mereka. Siapakah gerangan yang mampu menundukkan kepala seluruh makhluk dan memejamkan mata-mata mereka, karena rasa mengagungkan dan penghormatan? Dialah Sayyidah Fatimah bint Nabi Muhammad Saw.. Maka ia pun melewati seluruh makhluk dengan penuh kewibawaan, kehormatan, keagungan, yang disertai dengan Ummat yang sangat banyak, di antaranya adalah para pecintanya dan anak cucunya.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu Wa Ta’alaa menjadikan kita semua, juga para pembaca dan para pendengarnya termasuk orang-orang yang berada dalam rombongan yang mulia tersebut, juga termasuk orang-orang yang dapat meminum dari telaga Rasulullah Shallallahu ‘Alayh Wa Sallam, serta orang-orang yang dimasukkan ke dalam Syurga yang penuh kenikmatan. Aamiin.. Aamiin.. Aamiin.. Yaa Robbal ‘Aalamiin..

Kisah ini kami ambil dari kitab yang berjudul “Innaha Fatimatuz Zahra” (selesai)